Namun, seperti dua sisi koin, semakin tinggi cahaya, semakin panjang pula bayangannya.
Ketika Doa Jadi Konten Digital
Masuk era media sosial, Yusuf Mansur bukan ustaz yang menolak teknologi.
Ia justru termasuk yang paling cepat beradaptasi. Instagram, YouTube, TikTok, semuanya jadi sarana dakwah. Tapi dari situ pula muncul gesekan antara dakwah dan digitalisasi ibadah.
Puncaknya terjadi saat ia meluncurkan program doa online berbayar lewat aplikasi PayTren.
Konsepnya sederhana, orang berdonasi melalui aplikasi, lalu namanya akan didoakan oleh Yusuf Mansur dan tim.
Dana yang terkumpul, menurut pihak PayTren, akan digunakan untuk kegiatan sosial, pendidikan santri, dan pengembangan pesantren.
Namun publik tak semuanya memandang positif.
Sebagian warganet menilai itu bentuk komersialisasi ibadah.
"Bukankah doa seharusnya gratis?" tulis salah satu komentar yang viral.
Ada juga yang khawatir, jika praktik seperti ini dibiarkan, bisa muncul pasar baru, "doa premium", "paket doa cepat terkabul", atau bentuk-bentuk ekstrem lainnya.
Antara Amal dan Algoritma
Fenomena ini menarik untuk dilihat dalam konteks yang lebih luas.