Proses administrasi seperti itu sering kali panjang dan membingungkan.
Di sinilah celah ketidakpastian muncul, dan ketika orang tidak yakin sistem bisa melindungi mereka, maka mereka akan mencari cara sendiri untuk "melindungi diri".
Teknologi vs Kepercayaan Publik
Perlu diakui, Indonesia masih berada di fase transisi antara penegakan hukum manual dan digital.
Teknologi ETLE membawa efisiensi, tapi belum sepenuhnya berhasil membangun rasa percaya.
Bagi sebagian orang, kamera ETLE bukan simbol ketertiban, melainkan simbol pengawasan yang menakutkan.
Bukan karena mereka mau melanggar, tapi karena mereka tidak yakin apakah sistemnya sudah seadil itu.
Padahal, kalau kepercayaan ini bisa dibangun, maka masyarakat akan dengan sukarela mendukung teknologi hukum tanpa merasa diawasi secara tidak adil.
Masalahnya, kepercayaan tidak bisa diciptakan lewat spanduk sosialisasi, ia harus ditumbuhkan lewat pengalaman nyata.
Solusi, Edukasi, Transparansi, dan Rasa Aman
Kalau mau jujur, masalah "lakban di pelat nomor" bukan masalah hukum semata, tapi masalah komunikasi.
Masih banyak warga yang tidak tahu bagaimana cara mengklarifikasi tilang ETLE, atau ke mana harus melapor kalau sistem salah.
Solusi realistisnya bukan sekadar memperbanyak kamera, tapi juga memperbanyak edukasi dan transparansi.