Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Penulis

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kakek, Mahar, dan Cek Palsu dari Penipuan yang Menampar Logika Cinta

11 Oktober 2025   10:54 Diperbarui: 11 Oktober 2025   10:03 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di bawah temaram lampu tenda, alunan sholawat mengalun pelan. Wajah Sheila Arika (24) tampak gugup tapi bahagia, mengenakan kebaya putih sederhana dengan hiasan melati di rambutnya. Di hadapannya berdiri seorang pria tua berkemeja batik, rambut memutih, tangan bergetar memegang mikrofon. Namanya Tarman, 74 tahun, pria yang ia yakini akan menjadi suami sekaligus penyelamat hidupnya.

Ketika penghulu melafalkan ijab kabul, semua mata tertuju pada selembar cek berwarna biru di atas meja. Nominalnya membuat ruangan bergemuruh, Rp 3 miliar. Tak lama, suara "sah!" menggema.

Di luar tenda, anak-anak kecil bersorak, ibu-ibu merekam dengan ponsel, dan dunia maya bersiap memviralkan cerita cinta tak biasa ini.

Tak ada yang menyangka, pesta itu hanyalah awal dari kisah penipuan paling absurd di penghujung 2025.

Kakek Tarman menikahi gadis muda dengan mahar cek Rp3 miliar palsu, lalu kabur. Terungkap, ia penipu ulung dengan jejak kriminal panjang. - Tiyarman Gulo

Viral karena Kemewahan dan Perbedaan Usia

Kisah pernikahan kakek Tarman dan Sheila meledak di media sosial. Usia terpaut setengah abad lebih, mahar miliaran rupiah, dan wajah bahagia di balik kamera membuat jutaan orang menonton ulang video akad nikah itu.

Sebagian memuji, "Cinta tak mengenal usia."

Sebagian lain mencibir, "Pasti karena uang."

Tapi dalam dunia yang haus konten, tak banyak yang sempat berpikir panjang. Viralitas lebih cepat dari verifikasi.

Komentar terus berdatangan, berita menyebar, dan Sheila sempat jadi bahan pembicaraan di warung kopi sampai grup WhatsApp keluarga. Pacitan yang tenang mendadak ramai oleh kamera, jurnalis, dan rasa ingin tahu publik.

Namun, euforia itu hanya bertahan tiga hari. Setelah itu, semua berubah jadi kabut.

Cek Rp 3 Miliar yang Ternyata Palsu

Kabar pertama datang dari akun TikTok Kandang Pacitan, yang mengunggah video live sambil menangis.

"Pengantin prianya kabur," katanya dengan suara bergetar.

"Mobil ditinggal di lokasi, tapi motor keluarga malah dibawa kabur. Cek-nya juga palsu."

Publik yang tadinya terpukau mulai marah. Dari simbol kemewahan, cek itu berubah jadi bukti kebohongan.

Sheila, yang sebelumnya tersenyum di pelaminan, kini harus menghadapi kenyataan pahit. Uang tidak ada, suami hilang, dan seluruh negeri tahu kisah cintanya bukan dongeng bahagia, tapi penipuan besar-besaran.

Terkuak Jejak Kriminal Kakek Tarman

Ternyata, Tarman bukan orang baru di dunia tipu-menipu.

Ia tercatat sebagai warga Duren, Jatiroto, Wonogiri, Jawa Tengah. Dulu, dia dikenal sebagai sopir bus biasa. Tapi di balik wajah tuanya yang lugu, tersimpan catatan kriminal yang panjang.

Salah satu mantan besannya, Dwi, muncul dalam siaran langsung dan berkata lantang,

"Dia dulu juga nipu jual beli pedang samurai, nilainya satu miliar. Pernah masuk penjara dua tahun."

Tak berhenti di situ, Tarman juga pernah menipu seorang wanita di Wonogiri, dengan janji serupa, warisan besar, harta melimpah, dan kehidupan mewah.

Modusnya selalu sama, mengaku kaya raya, membawa mobil rental, dan menjanjikan harta dalam bentuk cek.

Setiap korban terbuai oleh cerita yang terlalu indah untuk ditolak. Dan setiap kali aksinya terbongkar, Tarman selalu lenyap seperti asap.

Sheila, Dari Mempelai Jadi Korban

Tidak sulit membayangkan betapa beratnya beban Sheila. Di usia muda, ia bukan hanya ditipu, tapi juga dipermalukan di depan publik.

Seluruh Indonesia tahu bahwa suaminya bukan miliarder, melainkan penipu ulung. Bahwa mahar yang dulu dibanggakan hanyalah selembar kertas kosong tanpa nilai.

Orang-orang yang dulu bertepuk tangan kini menatap dengan sinis.

Keluarga menanggung malu, tetangga bergosip tanpa henti, dan Sheila hanya bisa menunduk.

Dalam salah satu siaran live, kerabatnya berkata,

"Sheila itu sedih sekali. Bukan cuma soal uang, tapi karena dia percaya. Dia benar-benar percaya kalau Tarman itu tulus."

Kalimat itu sederhana, tapi menggambarkan luka yang dalam. Karena dalam penipuan seperti ini, yang dicuri bukan hanya harta, tapi juga kepercayaan dan martabat.

Mewah, Viral, dan Mudah Percaya

Kasus ini mungkin terdengar ekstrem, tapi sejatinya adalah cermin dari masyarakat kita hari ini, di mana kemewahan dan viralitas sering kali jadi ukuran nilai manusia.

Cek Rp 3 miliar dan mobil Toyota Camry bukan sekadar simbol kekayaan, tapi alat legitimasi sosial.

Ketika seseorang datang membawa janji besar, kita mudah percaya hanya karena "kelihatannya mampu".

Budaya "flexing" di media sosial juga memperparah keadaan.

Kita terbiasa menilai dari tampilan, bukan substansi.

Dari caption, bukan karakter.

Dari janji, bukan bukti.

Dalam konteks ini, Sheila bukan satu-satunya korban.

Kita semua, pada titik tertentu, pernah atau bisa jadi korban dari ilusi kemewahan.

Peran KUA dan Formalitas yang Tak Bisa Menyelamatkan

Kepala KUA Bandar, Bakhrul Husaeni, bahkan mengaku sempat terkejut saat tahu nominal mahar itu.

Awalnya tercatat Rp 1 miliar plus mobil Toyota Camry, lalu tiba-tiba berubah jadi Rp 3 miliar hanya dua hari sebelum akad.

Namun secara hukum agama, pernikahan tetap sah.

Islam tidak membatasi besar kecilnya mahar, selama disepakati dan "dibayar tunai".

Dan di sinilah celahnya, formalitas agama bisa dipenuhi dengan simbol, tanpa benar-benar menjamin kejujuran.

Bakhrul sempat berkata lirih,

"Mas kawin fantastis itu sah-sah saja, tapi resikonya besar. Kalau ternyata palsu, ya urusannya duniawi."

Kalimat itu menggambarkan dilema nyata di masyarakat, agama menuntun pada kesucian, tapi manusia sering kali memanfaatkan simbol suci itu untuk menipu.

Pola Penipu Ulung

Jika ditelusuri, gaya Tarman tidak berbeda jauh dengan penipu cinta lainnya.

Ia paham cara memainkan emosi dan situasi.

  1. Dengan tampil sopan, berbicara lembut, dan membawa cerita sukses masa lalu, ia menciptakan ilusi "kakek baik hati dan dermawan".
  2. Mobil mewah rental, cek bank, dan gaya bicara percaya diri, semua dirancang untuk menipu mata, bukan logika.
  3. Mengaku kesepian, ingin menikah di usia tua, dan mencari pendamping hidup yang tulus. Siapa yang tidak luluh oleh narasi seperti itu?
  4. Begitu kepercayaan penuh didapat, Tarman akan menghilang tanpa jejak, meninggalkan korban dalam kebingungan dan rasa malu.

Fenomena Cinta dan Penipuan di Era Digital

Kasus Tarman bukan sekadar kriminalitas individu; ini fenomena sosial.

Di era digital, batas antara realitas dan ilusi semakin kabur.

Kita percaya apa yang viral, tanpa sempat bertanya, "Benarkah?"

Banyak orang mencari cinta di tengah rasa sepi yang kronis.

Ketika ada sosok datang dengan perhatian dan janji besar, otak rasional sering kali kalah oleh rasa ingin dipercaya.

Psikolog menyebut fenomena ini sebagai "emotional trap", jebakan emosi yang membuat seseorang rela menutup mata terhadap tanda bahaya, hanya karena ingin merasakan cinta atau pengakuan.

Dan Tarman, dengan segala pengalamannya, tahu betul cara memanfaatkan kebutuhan manusia yang paling dalam itu, rasa ingin dicintai.

Di Balik Viralitas, Luka yang Tak Terlihat

Media sosial membuat kisah ini terus berputar, video, komentar, meme, dan olok-olok.

Tapi di balik semua itu, ada manusia nyata yang terluka.

Sheila harus menanggung cibiran, keluarganya dihujani pertanyaan, dan reputasi mereka tercabik di ruang publik yang kejam.

Dalam budaya digital kita, empati sering kali kalah cepat dari tawa.

Padahal setiap "konten lucu" bisa jadi adalah penderitaan seseorang yang sedang berusaha tetap kuat.

Cinta, Uang, dan Kepercayaan

Kisah kakek Tarman bukan sekadar skandal pernikahan, tapi potret kepercayaan yang disalahgunakan.

Ketika uang dijadikan simbol cinta, maka siapa pun bisa berpura-pura menjadi pahlawan dengan modal dusta.

Cinta sejati tidak datang dengan cek miliaran.

Ia datang lewat kesederhanaan, tanggung jawab, dan kejujuran.

Tapi sayangnya, di zaman ini, kejujuran sering kalah oleh editan yang indah dan janji yang meyakinkan.

Pelajaran dari Cek Palsu Rp 3 Miliar

Di akhir cerita ini, Tarman entah di mana. Polisi mungkin sedang mencari, masyarakat masih bergosip, dan Sheila mencoba menyembuhkan luka.

Namun bagi kita semua, kisah ini menyisakan pelajaran penting.

Bahwa di era yang serba cepat dan viral, kewaspadaan adalah bentuk cinta paling nyata kepada diri sendiri.

Bahwa tidak semua yang berkilau adalah emas.

Dan bahwa kadang, cinta yang tampak megah justru menyembunyikan kebohongan paling mahal.

Karena cinta sejati tak butuh cek Rp 3 miliar untuk terlihat berharga, cukup kejujuran, kesetiaan, dan niat yang tulus.

Tiga hal yang tak bisa dibeli, dan tak bisa dipalsukan.(*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun