Kepala KPP Pratama Pekalongan, Subandi, memberikan klarifikasi penting. Kedatangan petugasnya bukanlah untuk "menagih", melainkan untuk "klarifikasi". Dalam sistem administrasi mereka, tercatat ada sebuah transaksi raksasa senilai Rp 2,9 Miliar yang dilakukan dengan salah satu perusahaan, dan transaksi itu menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) milik Ismanto. Jadi, nilai Rp 2,8 Miliar itu bukanlah jumlah pajaknya, melainkan nilai transaksi yang tercatat atas namanya.
Ismanto adalah korban dari "Hantu Senyap", yaitu penyalahgunaan identitas. NIK-nya, entah bagaimana, telah dicuri dan digunakan oleh pihak tak bertanggung jawab untuk melakukan transaksi miliaran rupiah. Ia tak tahu, tak merasa, hingga surat dari kantor pajak datang sebagai pembawa kabar buruk. Ada dugaan kuat, pihak lain telah memakai NIK Ismanto.
Kisah Guru EW dan Saldo Rp 69 Juta yang Lenyap
Ratusan kilometer dari Pekalongan, di sebuah sekolah di Bantul, Yogyakarta, "Hantu Pajak" beraksi dengan cara yang berbeda. Kali ini, ia tidak datang diam-diam lewat surat, melainkan lewat suara ramah di telepon. Korbannya adalah EW (49), seorang guru MTs Negeri.
Pada Kamis, 24 Juli 2025, di tengah kesibukannya mengajar, ponsel EW berdering. Seorang perempuan di seberang telepon mengaku sebagai petugas pajak. Dengan nada profesional, telepon itu kemudian disambungkan ke seorang pria yang mengaku sebagai rekannya. Di sinilah jebakan dimulai.
AKP I Nengah Jeffry dari Polres Bantul menjelaskan modus operandinya. Pelaku meminta EW untuk mengunduh sebuah aplikasi bernama "Coretax" (nama yang dibuat agar terdengar resmi). Setelah aplikasi terpasang, penipu itu meminta EW melakukan video call dengan mengaktifkan mode share screen atau berbagi layar.
Ini adalah langkah fatal. Dengan berbagi layar, penipu bisa melihat semua yang tampil di ponsel EW, termasuk saat ia membuka aplikasi mobile banking.Â
"Dalam video call itu, terlapor bisa melihat m-banking milik korban dan menguras dua rekening hingga korban mengalami kerugian Rp 69.150.000," jelas Jeffry.
Dalam sekejap, tabungan hasil kerja kerasnya selama bertahun-tahun ludes. EW adalah korban "Hantu Bersuara". Penipu aktif yang menggunakan rekayasa sosial, memanipulasi korban dengan dalih otoritas (pajak) dan teknologi untuk membobol rekening. Setelah sadar, yang bisa ia lakukan hanyalah melapor ke polisi, berharap uangnya kembali dan pelaku tertangkap.
Cara Bertahan dari Dua Wajah Teror 'Hantu Pajak'
Kisah Ismanto dan EW adalah cerminan dari kerentanan kita di era digital. Keduanya adalah orang biasa yang menjadi korban karena satu hal, yaitu data pribadi. Kasus mereka mengajarkan kita bahwa ancaman tidak hanya satu, dan kita perlu membangun pertahanan untuk keduanya. Berikut Kit Pertahanan Diri dari 'Hantu Pajak'
1. Melawan Hantu Senyap (Kasus Ismanto). Jaga KTP dan NIK Anda Seperti Harta Karun.
Jangan Pernah Meminjamkan KTP. NIK Anda adalah kunci utama identitas digital Anda. Jangan pernah memberikannya kepada orang yang tidak tepercaya, apalagi untuk "dipinjam" dengan iming-iming uang.
Hancurkan Fotokopi Tak Terpakai. Jangan buang fotokopi KTP atau dokumen penting lainnya secara utuh. Sobek atau hancurkan bagian NIK dan data vital sebelum membuangnya.
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!