Mohon tunggu...
TITIK API
TITIK API Mohon Tunggu... Rakyat Sipil

Setiap bara kecil bisa menyalakan perubahan besar. Titik Api lahir untuk merekam jejak, menggugah pikiran, dan menyalakan kesadaran.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aliarcham: Keteguhan Hati Pemuda Saminis, Islamis & Komunis

4 Mei 2025   15:52 Diperbarui: 4 Mei 2025   16:07 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aliarcham sebagai Ketua Umum CC PKI tahun 1924. Sumber: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Berkas:Aliarcham.jpg

Pidatonya di Semarang pada Oktober 1923 yang dianggap menghina pejabat kolonial menjadi alasan penangkapannya. Tetapi jelas itu hanyalah dalih: rezim kolonial merasa terancam oleh peran sentralnya dalam konsolidasi PKI. Ia dihukum empat bulan penjara. Tak lama setelah bebas, ia ditunjuk menjadi komisaris PKI untuk Batavia, bersinergi dengan Alimin dan memimpin surat kabar partai: Njala bersama Darsono.

Pada Kongres Luar Biasa PKI di Yogyakarta tahun 1924, ia mendorong reorganisasi partai menjadi sel-sel kecil revolusioner beranggotakan sepuluh orang yang beroperasi secara mandiri dan militan. Strategi ini membentuk fondasi jaringan klandestin yang revolusioner. Ia menolak sikap kompromistis dan mengajak PKI untuk bersiap menghadapi konfrontasi langsung dengan rezim kolonial. Ide ini menjadi cikal bakal struktur organisasi bawah tanah PKI.

Namun, tahun 1925 membawa badai. Ia kembali dipenjara karena melanggar sensor pers. Setelah bebas, ia memimpin sejumlah pemogokan di Jawa Timur, termasuk sebagai ketua serikat buruh gula (Sarekat Boeroeh Goela). Kolonial segera bereaksi. Aliarcham ditangkap di Surakarta dan diasingkan ke Merauke tanpa pengadilan melalui "exorbitante rechten".

Di Merauke, ia bergabung dengan tahanan politik lain seperti Haji Misbach, meskipun keduanya dilarang bertemu. Karena dikhawatirkan akan berinteraksi dengan pelaut atau penduduk setempat, ia dipindah ke Okaba, lalu ke Tanahmerah di Boven-Digoel, kamp konsentrasi paling kejam di Hindia. Di sana, ia ikut mengorganisir dewan kampung dan melakukan negosiasi untuk perbaikan perlakuan tahanan. Karena keteguhan sikapnya, ia kembali dipindahkan ke kamp terpencil Tanahtinggi---tempat untuk para tahanan "tak dapat didamaikan".

Di Tanahtinggi, ia bertahan dalam kondisi memprihatinkan. Malaria, tuberkulosis, dan kekurangan makanan menjadi makanan sehari-hari. Namun ia tetap menjadi panutan: tidak menyerah, tidak kompromi, dan tetap menyemai semangat perlawanan. Ketika Henk Sneevliet mencoba mengirim bantuan, otoritas kolonial menolaknya. Bahkan bantuan buku pun disensor. Kolonial takut pada nyala pikir Aliarcham.

Ia akhirnya meninggal karena tuberkulosis pada 1 Juli 1933 di usia 32 tahun dalam perjalanan dari Tanahmerah. Pemakamannya diikuti oleh ratusan tahanan dari berbagai faksi. Foto jenazah dan makamnya diselundupkan keluar dan menjadi simbol perlawanan.

Warisan Pemikiran yang Tercecer

Meski raganya terkubur di rimba Papua, semangat Aliarcham terus hidup. Sekelompok tahanan inti di Tanahtinggi---sekitar dua puluh lima orang---menjadi pewaris setia ide dan keteguhannya. Mereka bertahan di kamp hingga invasi Jepang memaksa evakuasi ke Australia. Salah satu saksi zamannya, IFM Salim---Adik Agus Salim yang merupakan mantan komunis yang menjadi Katolik---menulis memoar Lima Belas Tahun di Boven-Digoel, mengenang kerasnya kehidupan dan keteguhan tokoh seperti Aliarcham. Di antara mereka, Aliarcham bukan sekadar tokoh, tetapi mercusuar keyakinan yang tak tergoyahkan.

Tahun 1960-an, ketika Partai Komunis Indonesia bangkit dalam kekuatan besar, nama Aliarcham dihidupkan kembali sebagai simbol perjuangan. Sebuah sekolah teori partai---Akademi Ilmu Sosial Aliarcham---berdiri di Jakarta, menjadi ruang kaderisasi ideologis. Namun usia akademi itu tak panjang. Rezim Orde Baru yang lahir dari darah dan pengkhianatan menghancurkannya pada 1965.

Hari ini, jejaknya nyaris hilang dari buku pelajaran. Tapi bagi mereka yang menggali sejarah dari puing dan luka, Aliarcham adalah bara yang terus menyala---senyap, tapi tak pernah padam.

Membaca Ulang Jalan Tengah Perlawanan

Di tengah kebingungan identitas politik hari ini---ketika Islam sering dijadikan alat politik, komunisme dianggap hantu masa lalu, dan budaya lokal dikomodifikasi tanpa makna---Aliarcham hadir sebagai pelajaran penting. Ia adalah jalan tengah yang otentik. Ia mengajarkan bahwa identitas tidak harus dikorbankan untuk perjuangan, dan perjuangan tidak harus menafikan identitas.

Ketika dunia hari ini menawarkan kompromi atas nama stabilitas, Aliarcham justru hadir sebagai inspirasi untuk tidak takut berbeda. Ia menunjukkan bahwa integritas bisa bertahan bahkan dalam kamp malaria di ujung timur negeri. Ia hidup untuk gagasan yang melampaui hidupnya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun