Mungkin
Mungkin, jika aku tak pernah mengambil keputusan itu, hidupku tenang. Kedamaian ini tak akan pernah datang seiring waktu yang tak dapat berhenti berputar.
Tiap detik, menit, terlewati dengan sangat percuma, tanpa pergerakan. Tak peduli berapa banyak aku mengkonsumsi pil penenang untuk membuatku tetap diam. Semuanya nihil.
Aku pernah mendengar bisikkan dari pak tua Jeff yang tinggal didepan rumahku untuk tak perlu memikirkan semua yang telah berlalu. Sayangnya yang kudengar hanyalah ocehan dari orang tidak waras yang menganggap pohon adalah tempat tinggalnya.
Hari itu, Mia datang ke rumahku untuk mengembalikan catatan note musik yang seminggu lalu ia pinjam untuk belajar biola.
"Tok... tok tok" suara ketukan pintu depan.
"Alan, kamu ada di rumah 'kan?" sapa Mia.
Dengan badan yang masih setengah tertidur, aku perlahan membuka pintu depan.
"Mia, kamu kurang awal datangnya" jawabku dengan sedikit sindiran.
Mia agak kesal saat mendengarkan perkataanku. Merasa dia sangat tidak sopan mengetuk pintu rumah tetangga, yaitu aku.
"Tidak boleh masuk? Yasudah, bukunya kutaruh disini" ucap Mia dan nada ngambeknya.