Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 merupakan produk hukum yang membawa perubahan besar dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebagai bagian dari reformasi ekonomi, UU ini lahir untuk menyesuaikan kebijakan negara dengan perkembangan global dan dinamika ekonomi nasional. Dengan tetap berpegang pada prinsip demokrasi ekonomi, UU ini menegaskan peran negara dalam menjaga keseimbangan antara efisiensi bisnis dan kepentingan publik.
Landasan FilosofisÂ
Secara filosofis, undang-undang ini berakar pada nilai-nilai Pancasila, khususnya sila kelima yang menekankan pentingnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa sektor ekonomi strategis dikelola demi kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, BUMN tidak hanya diperlakukan sebagai entitas bisnis yang berorientasi pada keuntungan, tetapi juga sebagai alat negara dalam mewujudkan kemakmuran bersama. Pengelolaan BUMN harus berdasarkan prinsip keberlanjutan, keseimbangan, dan keadilan antara sektor publik dan swasta.
Landasan SosiologisÂ
Selain landasan filosofis, pembentukan UU ini juga didasarkan pada realitas sosial dan ekonomi yang berkembang di Indonesia. Banyak BUMN mengalami inefisiensi, manajemen yang kurang efektif, serta kesulitan bersaing di tingkat global. Situasi ini mendorong pemerintah untuk merancang kebijakan baru yang dapat meningkatkan daya saing BUMN, salah satunya melalui restrukturisasi dan pembentukan holding. Undang-undang ini juga menanggapi tantangan privatisasi dan liberalisasi ekonomi global, yang menuntut keterbukaan lebih besar terhadap investasi swasta. Dengan tetap mempertahankan kontrol negara melalui kepemilikan saham Seri A Dwiwarna, UU ini memastikan bahwa BUMN tetap berada dalam kendali negara meskipun ada keterlibatan sektor swasta.
Selain itu, UU ini memberikan perhatian khusus pada pemberdayaan UMKM dan koperasi sebagai bagian dari ekosistem ekonomi nasional. Dalam praktiknya, banyak usaha kecil dan menengah yang menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat, terutama dalam penyerapan tenaga kerja. Dengan adanya kebijakan yang mewajibkan kemitraan antara BUMN dan UMKM, diharapkan pertumbuhan ekonomi tidak hanya dinikmati oleh perusahaan besar, tetapi juga oleh masyarakat luas.
Landasan KonstitusionalÂ
Dari perspektif konstitusional, UU ini berlandaskan pada Pasal 33 UUD 1945, yang mengatur bahwa perekonomian nasional harus disusun berdasarkan asas kekeluargaan dan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara harus dikuasai oleh negara. Pasal ini menjadi dasar bagi kebijakan pemerintah dalam mengelola sektor strategis seperti energi, transportasi, keuangan, dan telekomunikasi. Dalam konteks UU Nomor 1 Tahun 2025, penerapan Pasal 33 terlihat dalam upaya memperkuat peran negara dalam pengelolaan BUMN, terutama melalui struktur holding yang lebih efisien dan terkonsolidasi.
Ayat pertama Pasal 33 menegaskan bahwa ekonomi harus disusun atas asas kekeluargaan. Konsep ini tercermin dalam upaya pemerintah untuk memperkuat sinergi antar-BUMN, sehingga operasional perusahaan negara dapat lebih terkoordinasi. Selain itu, dukungan terhadap koperasi dan UMKM juga merupakan implementasi dari asas ini. Sementara itu, ayat kedua menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Oleh karena itu, meskipun ada ruang bagi investasi swasta, kepemilikan negara atas BUMN yang bergerak di sektor strategis tetap dipertahankan.
Ayat ketiga Pasal 33 menegaskan bahwa sumber daya alam harus dikelola oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. UU ini mengakomodasi prinsip tersebut dengan memastikan bahwa pendapatan dari pengelolaan BUMN di sektor sumber daya alam dikembalikan kepada negara dalam bentuk dividen, subsidi, dan pembangunan infrastruktur yang bermanfaat bagi masyarakat. Untuk memastikan pengelolaan yang efektif, pemerintah membentuk Badan Pengelola Investasi, yang bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan investasi BUMN.
Landasan TAP MPR: Sistem Ekonomi Nasional