Mohon tunggu...
Timotius Adhiputra
Timotius Adhiputra Mohon Tunggu... Pendidik dan Kepala Sekolah SD Kristen Terang Bangsa 01 dan 02

Aku orang yang gampang penasaran dan suka banget belajar hal baru—bukan karena teori di buku, tapi karena seru rasanya memahami dunia dari berbagai sudut. Minatku cukup luas: dari pendidikan, karakter anak, seni, hingga hal-hal kecil sehari-hari yang sering bikin aku mikir lebih dalam. Aku lebih suka ngobrol, bereksperimen, dan mencoba langsung daripada hanya menghafal teori. Bagiku, belajar itu perjalanan yang humanis—tentang memahami diri, orang lain, dan bagaimana kita bisa tumbuh bersama. Menulis, bikin ide kreatif, dan merancang sesuatu yang bisa berdampak positif adalah caraku menyalurkan semua rasa ingin tahu itu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengaktifkan Pikiran: Rahasia Belajar Efektif a la Neuroscience

8 September 2025   14:00 Diperbarui: 8 September 2025   13:51 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siswa di Indonesia sering menghadapi tantangan dalam mempertahankan perhatian, yang dapat menghambat pembelajaran. Beberapa tantangan utama meliputi:

  • Kelelahan Kognitif: Sesi pelajaran yang panjang tanpa jeda, yang umum di sekolah Indonesia, dapat menguras sumber daya mental siswa, mengurangi fokus dan retensi (Sousa, 2011).
  • Gangguan Lingkungan: Kebisingan dari luar kelas, seperti suara pedagang atau lalu lintas, sering mengganggu konsentrasi, terutama di sekolah perkotaan (Purnomo et al., 2019).
  • Kebosanan dan Kurangnya Relevansi: Kurikulum yang padat dan pendekatan ceramah yang dominan sering gagal menghubungkan materi dengan kehidupan siswa, menyebabkan penurunan motivasi (Suyono & Hariyanto, 2014).
  • Digital Overload: Paparan berlebihan terhadap perangkat digital dapat memfragmentasi perhatian, terutama dengan meningkatnya akses smartphone di kalangan pelajar Indonesia (Kominfo, 2020).

Teknik Pomodoro: Solusi Manajemen Waktu untuk Pembelajaran

Teknik Pomodoro, yang dikembangkan oleh Francesco Cirillo pada akhir 1980-an, adalah metode manajemen waktu yang memecah sesi belajar menjadi interval fokus pendek (biasanya 25 menit) diikuti jeda singkat (5 menit) (Cirillo, 2018). Setelah empat interval, diambil jeda lebih panjang (15-30 menit). Teknik ini selaras dengan kapasitas alami otak untuk mempertahankan perhatian, mencegah kelelahan kognitif, dan meningkatkan produktivitas (Steel, 2007).

Bagaimana Teknik Pomodoro Bekerja di Kelas?

  • Interval Kerja Terfokus: Sesi 25 menit memungkinkan siswa fokus intensif pada tugas, mengaktifkan jaringan salience untuk menyaring gangguan.
  • Jeda Pendek: Jeda 5 menit memberikan waktu bagi otak untuk pulih, mengurangi risiko kelelahan kognitif, dan meningkatkan retensi (Ariga & Lleras, 2011).
  • Manfaat Jeda: Jeda memulihkan energi mental, menstimulasi kreativitas melalui aktivasi jaringan default mode, dan mendukung konsolidasi memori (Immordino-Yang et al., 2012).

Penelitian menunjukkan bahwa interval fokus pendek meningkatkan efisiensi kognitif dibandingkan sesi panjang tanpa jeda, yang sering menyebabkan penurunan kinerja (Pashler et al., 2007).

Untuk menyesuaikan Teknik Pomodoro dengan kebutuhan perkembangan siswa sekolah dasar, interval kerja dan jeda dapat dimodifikasi berdasarkan usia:

  • Kelas 1-2 (Usia 6-8 Tahun): Interval kerja 15 menit, jeda 5 menit. Aktivitas seperti bercerita atau permainan edukatif sederhana (misalnya, "Dongeng Ilmu" tentang hewan) dapat menjaga keterlibatan.
  • Kelas 3-4 (Usia 8-10 Tahun): Interval kerja 20 menit, jeda 5 menit. Aktivitas seperti proyek mini sains atau pemecahan masalah kelompok mendukung fokus yang lebih lama.
  • Kelas 5-6 (Usia 10-12 Tahun): Interval kerja 25 menit, jeda 5 menit. Aktivitas seperti diskusi topik IPS atau eksperimen sains mendorong pemikiran kritis.

Contoh Implementasi di Kelas

  1. Pelajaran Sains (Kebaruan dan Emosi):
    • Mulai dengan fakta mengejutkan (misalnya, "Tahukah kamu bahwa tumbuhan bisa 'berbicara' melalui sinyal kimia?").
    • Lanjutkan dengan sesi 25 menit untuk eksperimen langsung, diikuti jeda 5 menit untuk refleksi singkat.
  2. Pelajaran Matematika (Relevansi dan Multisensori):
    • Gunakan skenario dunia nyata (misalnya, menghitung anggaran belanja pasar).
    • Sesi 25 menit untuk pemecahan masalah kelompok, diikuti jeda 5 menit untuk diskusi visual menggunakan alat peraga.

Tantangan dan Solusi Implementasi di Indonesia

  1. Kurikulum Padat:
    • Tantangan: Tekanan untuk menyelesaikan materi sering membatasi waktu untuk jeda atau aktivitas interaktif (Suyono & Hariyanto, 2014).
    • Solusi: Integrasikan jeda sebagai bagian dari pembelajaran (misalnya, mini-games edukatif selama jeda) dan advokasi untuk kurikulum yang lebih fleksibel.
  2. Keterbatasan Infrastruktur:
    • Tantangan: Banyak sekolah kekurangan fasilitas multisensori seperti laboratorium atau proyektor (Purnomo et al., 2019).
    • Solusi: Gunakan sumber daya lokal, seperti bahan daur ulang untuk alat peraga, atau manfaatkan lingkungan sekolah sebagai laboratorium alam.
  3. Kebiasaan Belajar Tradisional:
    • Tantangan: Pendekatan ceramah masih dominan, membuat siswa sulit beradaptasi dengan metode interaktif.
    • Solusi: Sosialisasikan manfaat Pomodoro kepada siswa dan orang tua, mulai dengan interval pendek, dan tunjukkan contoh nyata oleh guru.
  4. Kebisingan Kelas:
    • Tantangan: Kebisingan lingkungan mengganggu fokus (Purnomo et al., 2019).
    • Solusi: Terapkan aturan ketat selama sesi fokus, sediakan "sudut tenang" di kelas, dan gunakan jeda untuk aktivitas terstruktur seperti peregangan.

Kesimpulan

Dengan memanfaatkan wawasan neurosains tentang jaringan salience dan Teknik Pomodoro, pendidik dapat merancang pembelajaran yang meningkatkan perhatian, mengurangi kelelahan kognitif, dan memperkuat retensi. Penyesuaian untuk konteks Indonesia, seperti interval yang sesuai usia dan solusi berbasis sumber daya lokal, memastikan pendekatan ini praktis dan relevan. Dengan implementasi yang cerdas, strategi ini dapat mengubah cara siswa belajar, menjadikan proses pendidikan lebih efektif dan menyenangkan.

Referensi

  • Ariga, A., & Lleras, A. (2011). Brief and rare mental breaks keep you focused: Deactivation and reactivation of task goals preempt vigilance decrements. Cognition, 118(2), 439-443.
  • Cirillo, F. (2018). The Pomodoro Technique: The Acclaimed Time-Management System That Has Transformed How We Work. Currency.
  • Immordino-Yang, M. H., & Damasio, A. (2007). We feel, therefore we learn: The relevance of affective and social neuroscience to education. Mind, Brain, and Education, 1(1), 3-10.
  • Immordino-Yang, M. H., Christodoulou, J. A., & Singh, V. (2012). Rest is not idleness: Implications of the brain’s default mode for human development and education. Perspectives on Psychological Science, 7(4), 352-364.
  • Jensen, E. (2005). Teaching with the Brain in Mind (2nd ed.). ASCD.
  • Kominfo. (2020). Survei Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet di Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
  • Medina, J. (2008). Brain Rules: 12 Principles for Surviving and Thriving at Work, Home, and School. Pear Press.
  • Menon, V., & Uddin, L. Q. (2010). Saliency, switching, attention and control: A network model of insula function. Brain Structure and Function, 214(5-6), 655-667.
  • Pashler, H., Rohrer, D., Cepeda, N. J., & Carpenter, S. K. (2007). Enhancing learning through proper spacing of lessons. Psychological Science in the Public Interest, 8(3), 77-97.
  • Purnomo, S., Suryadi, D., & Darwis, S. (2019). Pengaruh lingkungan belajar terhadap prestasi akademik siswa di sekolah dasar. Jurnal Pendidikan Dasar, 10(2), 123-134.
  • Seeley, W. W., Menon, V., Schatzberg, A. F., et al. (2007). Dissociable intrinsic connectivity networks for salience processing and executive control. Journal of Neuroscience, 27(9), 2349-2356.
  • Sousa, D. A. (2011). How the Brain Learns (4th ed.). Corwin Press.
  • Steel, P. (2007). The nature of procrastination: A meta-analytic and theoretical review of quintessential self-regulatory failure. Psychological Bulletin, 133(1), 65-94.
  • Suyono, & Hariyanto. (2014). Learning and Instruction: Teori dan Praktik Pembelajaran. Remaja Rosdakarya.
  • Wiggins, G., & McTighe, J. (2005). Understanding by Design (2nd ed.). ASCD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun