Mindfulness bagi Remaja ADHD Menuju Keseimbangan dan Ketenangan Pikiran
Di era serba cepat ini, remaja menghadapi tekanan besar: tuntutan akademik, pergaulan sosial, hingga ekspektasi keluarga. Namun, bagi remaja dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), tantangan itu terasa berlipat ganda. Mereka berjuang dengan konsentrasi yang mudah buyar, emosi yang meledak, serta manajemen waktu yang kerap berantakan.
Saya tahu betul bagaimana rasanya. Pada usia sembilan tahun, saya didiagnosis disleksia dan ADHD. Di sekolah, saya sering dianggap malas dan pembuat masalah, padahal otak saya hanya bekerja dengan cara berbeda. Kesulitan menyelesaikan tugas bukan berarti tidak mau berusaha, melainkan karena fungsi eksekutif otak yang mengatur fokus, emosi, dan perencanaan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
ADHD bukan fenomena langka. Secara global, prevalensinya diperkirakan 5--7% pada anak dan remaja. Di Indonesia, penelitian mencatat angka 3--12% pada anak usia sekolah dasar. Artinya, dalam satu kelas berisi 30 siswa, bisa ada 1--3 anak dengan ADHD.
Situasi ini makin serius bila dikaitkan dengan kondisi kesehatan mental remaja secara umum. Survei nasional kesehatan mental remaja (I-NAMHS) menemukan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia mengalami masalah kesehatan mental, namun hanya sebagian kecil yang mendapat layanan profesional. Fakta ini menunjukkan betapa besar kebutuhan dukungan bagi mereka, terutama remaja dengan ADHD.
Mindfulness adalah praktik menyadari momen saat ini dengan penuh perhatian dan tanpa menghakimi. Jon Kabat-Zinn, pelopor mindfulness modern, mendefinisikannya sebagai "paying attention in a particular way: on purpose, in the present moment, and non-judgmentally."
Bagi remaja ADHD, mindfulness bisa menjadi jalan keluar yang sederhana namun efektif. Dengan latihan pernapasan, meditasi singkat, atau bahkan menyadari aktivitas sehari-hari seperti makan dan berjalan, mereka belajar:
- Menahan impuls sebelum berubah jadi kemarahan.
- Memfokuskan diri pada satu tugas meski hanya sebentar.
- Mengenali perasaan sebelum tenggelam dalam kecemasan.
Penelitian internasional menunjukkan bahwa program mindfulness selama delapan minggu mampu meningkatkan konsentrasi, menurunkan impulsivitas, dan membantu regulasi emosi pada remaja dengan ADHD. Bahkan, efeknya bisa semakin kuat bila dilakukan bersama orang tua dalam pola mindful parenting.
Saya merasakan langsung manfaat mindfulness. Dulu, saat pelajaran matematika di SMP, saya panik karena tidak bisa menjawab soal. Kepala penuh kebisingan, tangan gemetar. Lalu saya mencoba menarik napas dalam, menghitung empat detik, dan mengembuskannya perlahan. Saya ulang tiga kali. Hasilnya sederhana: saya lebih tenang dan bisa mendengar ulang penjelasan guru.
Kini, sebagai pendidik anak berkebutuhan khusus, saya membimbing remaja ADHD dengan latihan singkat seperti:
- Latihan napas 3-3-3: tarik napas 3 detik, tahan 3 detik, buang 3 detik.
- Teknik 5-4-3-2-1: menyebutkan hal-hal yang dilihat, didengar, dirasa, dicium, dan dirasakan tubuh.
- Jurnal syukur: menulis tiga hal baik sebelum tidur.