Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kondisi dan Pentingnya Literasi Digital bagi Kompasianer

6 Juli 2022   08:00 Diperbarui: 6 Juli 2022   08:03 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi dari praktik jurnalis warga yang penuh dengan permasalahan soal kredibilitas | medium.com

Acara kumpul penyitas COVID-19 yang digelar oleh Kompasianer Jogja pada 2021 silam | Dok.pri/Thomas Panji
Acara kumpul penyitas COVID-19 yang digelar oleh Kompasianer Jogja pada 2021 silam | Dok.pri/Thomas Panji

Dalam menulis artikel ini, penulis menggunakan beberapa metode ilmiah untuk dapat memperoleh data-data yang diperlukan. Penulis menggunakan pendekatan metode deskriptif kualitatif untuk dapat mengumpulkan data-data yang diperlukan terkait dengan proses literasi digital kompasianer. Terdapat tiga orang narasumber dalam artikel yang dilakukan oleh penulis, di mana ketiga memenuhi tiga buah kriteria, yakni laki-laki atau perempuan berusia 21-60 tahun, merupakan seorang kompasianer, dan pernah menulis artikel tentang COVID-19.

Untuk mencari data yang diperlukan, penulis menggunakan metode wawancara dengan pendekatan wawancara mendalam. Dalam proses wawancara, penulis memberikan empat buah media dan berita untuk kemudian digunakan dalam melihat proses literasi digital masing-masing narasumber dari beberapa kompetensi. Setiap berita dan media yang dipilih memiliki karakternya masing-masing, di mana terdapat berita yang telah terbukti hoaks, terbukti melakukan plagiarisme dari berita lain, tidak memiliki keutuhan di dalam isinya, dan berita yang sejatinya baik.

Artikel ini menggunakan teori literasi digital sebagai teori utama. Literasi digital adalah bentuk kesadaran, sikap, dan kemampuan dari seorang individu untuk menggunakan alat dan fasilitas digital secara tepat, sehingga mampu mengidentifikasi, mengakses, mengelola, mengintegrasikan, mengevaluasi, menganalisis, dan mensintesis berbagai sumber daya digital (Martin dalam Carrington dan Robinson, 2009). Teori literasi digital dalam artikel ini mengacu pada teori literasi digital yang dirumuskan oleh Japelidi (Jaringan Pegiat Literasi Digital).

Menurut Nurhajati et al (2019), terdapat 10 komptensi literasi digital, di mana artikel ini berfokus pada kompetensi memahami dan menganalis; memverifikasi; dan mengevaluasi sebagai proses membaca. Kompetensi memahami dan menganalisis diintegrasikan karena keduanya memiliki elemen yang sama, yakni berpikir kritis. Sedangkan kompetensi memverifikasi memiliki elemen lokus personal. Terdapat juga teori pendukung seperti teori kredibilitas media yang diintegrasikan dengan teori literasi digital, teori kredibilitas berita, dan teori jurnalisme warga.

Secara umum, teori kredibilitas media membahas bagaimana mengetahui kredibilitas sebuah media yang diakses. Menurut Miller dalam Rich (2010) cara untuk menilai kredibilitas media adalah dengan melihat unsur who (susunan redaksi), what (afiliasi), when (pola tayangan), where (lokasi), dan why (bias). Lalu, teori jurnalisme warga menurut Lasica dalam Eddyono (2020) adalah praktik jurnalisme di mana siapapun dapat menyampaikan informasi, seperti, menulis, wawancara, menayangkan foto atau video untuk kebutuhan jurnalisme mainstream atau pribadi.

Sedangkan, teori kredibilitas berita dipakai untuk menilai keabsahan sebuah berita yang dilihat berdasarkan rumusan kredibilitas berita Brooks et al (2014), yakni dari segi akurasi yang berkenaan dengan kelengkapan unsur berita (5W+1H), kelengkapan fakta, dan kesamaan antara judul dengan isi berita; segi keberimbangan yang berkenaan dengan keberimbangan informasi dari narasumber (cover both side) dan relevansi narasumber; serta segi bias yang berkenaan dengan penggunaan bahasa dan penilai subjektif dari penulis.

Pada bagian memahami dan menganalisis kredibilitas media serta kredibilitas berita, penulis melihat jika proses masing-masing narasumber telah menyiratkan adanya kecakapan tersebut. Sebagai gambaran, pada bagian memahami dan menganalisis kredibilitas media penulis melihat jika ketiga narasumber berhasil menemukan berbagai identitas pada setiap media dan dapat memahami susunan identitasnya berdasarkan teori kredibilitas media Miller dalam Rich (2010), seperti nama pemimpin redaksi, penulis berita, pemilik media, alamat media, dan lainnya.   

Selain itu, ketiga narasumber dalam prosesnya dapat menemukan, menganalisis, dan mengkritisi setiap media yang identitasnya cenderung tidak lengkap, yang akhirnya cenderung sulit untuk dipahami dan diragukan kredibilitas medianya. Secara khusus, kekurangan identitas pada dua dari empat media yang disajikan dalam riset ini paling terlihat jelas pada bagian analisis what (apa) atau afiliasi dan why (kenapa) atau bias serta agenda tertentu. Penulis menemukan jika ketiga narasumber sepakat menyatakan salah satu media memiliki bias dan agenda tertentu.  

Sedangkan, pada salah satu media lainnya, dua dari tiga narasumber cenderung menilai jika media tersebut memiliki agenda kuat pada sisi pemerintahan. Sedangkan, bias pada kedua media tersebut cenderung sulit ditemukan oleh ketiga narasumber karena kurangnya identitas dan data-data yang bisa dieksplorasi lebih lanjut. Pada bagian analisis kredibilitas berita, penulis menemukan jika masing-masing narasumber mampu memahami, menganalisis, dan mengkritisi isi dari masing-masing berita yang penulis sajikan.

Indeks literasi digital masyarakat Indonesia | kominfo.go.id
Indeks literasi digital masyarakat Indonesia | kominfo.go.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun