Mohon tunggu...
Theresia Iin Assenheimer
Theresia Iin Assenheimer Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dari dua putra

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Pengalaman Mengunjungi Dialog Museum di Frankfurt

22 Oktober 2021   17:06 Diperbarui: 23 Oktober 2021   03:07 919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto anak-anak di Dialog Museum dengan Guide Tuna Netra | Foto Radio x 91,8 Fm

Study Tour ke Dialog Museum di Frankfurt

Setiap kali kelas anak-anakku study tour, gurunya selalu menawarkan apakah ada orang tua yang bersedia membantu mendampingi. 

Dalam kesempatan tersebut, saya selalu usahakan ikut. Karena dengan mendampingi kelas anak-anak, saya juga ikut belajar. 

Selain saya menjadi kenal lebih dekat dengan guru-guru anak-anakku, tapi juga dengan teman sekelasnya.

Kali ini saya mau cerita tentang kunjungan kelas anak saya ke Dialog Museum di Frankfurt.

Pagi ini kami berkumpul di sekolah dengan guru kelas anak saya, kemudian kami jalan kaki bersama-sama menuju stasiun kereta. 

Ibu guru Frau Muller telah membeli karcis untuk perjalanan ke Frankfurt. Dari Dietzenbach ke Frankfurt hanya memerlukan waktu 20 menit. 

Kami turun di station Ostend, saat itu Dialog Museum masih di Hanauer Landstrasse. Namun, saat ini sudah pindah ke Haubwache. 

Seru naik kereta bersama 25 anak-anak, waktu itu anakku masih usia 12 tahun.

Dari station kereta Ostend Frankfurt ke Dialog Museum masih harus jalan kaki, 15 menit.

Sampai di museum, Frau Muller mengurus karcis masuk, saya dan anak-anak menitipkan tas dan jaket kami ke tempat penitipan di ruang bawah.

Penitipan berupa almari-almari kecil muat untuk menyimpan jaket dan tas kami. Dan setelah dikunci, kunci kami kantongi untuk pengambilan nanti. 

Sebelumnya kami diberi tahu bahwa kami boleh membawa uang kami, karena di dalam Dialog Museum ada kafe dan kita boleh membeli kopi dan makanan kecil.

Setelah menitipkan barang, kami naik lagi dan menuju ke pintu masuk, di mana Frau Muller dan guide Dialog Museum sudah menanti.

Dituntun oleh Guide Tuna Netra, Menyusuri Kota Frankfurt

Kami dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing dengan satu orang guide.

Kami masing- masing diberi tongkat untuk orang tuna netra. Guide menerangkan bagaimana menggunakan tongkat tuna netra tersebut.

Guidenya memperkenalkan diri, sebut saja Herr Ludwig, seorang tuna netra. Kami juga diminta memperkenalkan diri dengan menyebut nama kami masing-masing.

Sambil bergurau, Herr Ludwig bilang bahwa biasanya dia dituntun orang normal yang tidak buta. Namun, kali ini Herr Ludwig yang tuna netra yang akan menuntun kami.

Setelah siap semua, kami mulai memasuki Dialog Museum, dunia orang tuna netra. Herr Ludwig, guide tuna netra menerangkan dan menenangkan langkah-langkah kami dalam kegelapan dengan suaranya yang ramah.

Panik juga pada awalnya melangkah dalam kegelapan. Herr Ludwig, bilang saat ini kita sedang jalan-jalan di Frankfurt, terdengar dari suara lalu lalang mobil. 

Dalam satu grup kita berjalan beriringan. Kami menggunakan tongkat kami untuk memastikan jalan di depan kami tidak ada rintangan.

Herr Ludwig mengatakan untuk tenang jangan panik, karena ia akan menuntun kalian. Lucu juga kedengarannya kita dituntun orang buta di dunia orang buta.

Saya merasakan sedang berjalan di sepanjang trotoar di kota Frankfurt. Sebelah satunya pagar-pagar atau tembok rumah penduduk, sebelah satunya jalan raya.

Menyeberang di Perempatan Jalan Tengah Kota Frankfurt

Herr Ludwig bilang, beberapa langkah lagi kita sampai di perempatan Sacksenhausen Frankfurt dan akan menyeberang. 

Sebelum menyeberang, Herr Ludwig akan memencet tombol lampu merah penyeberangan khusus untuk orang tuna netra. 

Setelah memencet tombol penyeberangan, Herr Ludwig bilang tunggu sampai lampu untuk menyeberang jalan hijau. Apabila lampu hijau, akan ada suara" tit..tit..tit...", maka kita boleh menyeberang selama ada bunyi "tit...tit..tit...." 

Setelah bunyi "tit..tit..tit..."berhenti, kita tidak boleh menyeberang karena lampu penyeberangan menjadi merah lagi.

Sekarang saya mengerti, mengapa banyak lampu merah selama lampu menunjukan warna hijau ada bunyi "tit..tit..tit..", yang selama ini kurang saya perhatikan. Sekarang saya tahu, ternyata alarm itu diperuntukkan bagi pejalan kaki tuna netra.

Mengunjungi Kleine Markthalle atau Pasar Tradisional

Setelah beberapa waktu berjalan, Herr Ludwig bilang kita mau lewat sebentar di Kleine Markt Halle, yaitu pasar tradisional di Frankfurt. 

Di pasar kita boleh menyentuh sesuatu dan tolong katakan menyentuh apa. Akhirnya kita masuk ke pasar dan terdengar kesibukan orang-orang di pasar. 

Oh bener saja, pertama kali saya menyentuh keranjang, kemudian saya menyentuh sesuatu mungkin blumen kohl atau bunga kohl. 

Herr Ludwig bilang bahwa ternyata saya benar memegang blumen kohl. Saya masih meraba-raba untuk menerka isi dari keranjang-keranjang lain. Terasa bulat-bulat dan terasa ada debu tanah kering di bulatan-bulatan yang saya sentuh. Saya bilang ini pasti kartofell atau kentang, dan Herr Ludwig mengiyakan.

Di pasar itu, saya menyentuh sayuran-sayuran lain. Dari pengalaman menyentuh, saya jadi merasakan bagaimana orang tuna netra berbelanja di pasar.

Guide Mengenali Nama 

Setelah dari pasar, kami berjalan lagi menuju tempat berikutnya, yaitu Casino.

Aneh sekali saat-saat saya agak ragu dan takut melangkah karena suara-suara lalu lintas Herr Ludwig menegur saya. 

Seakan-akan Herr Ludwig merasakan dan tahu kalau ada anggota grupnya yang takut dan ragu. 

Herr Ludwig bilang, "Frau Assenheimer, ruhig bleiben und vertauen, ich bin bei Ihnen" (Ibu Assenheimer, tenang dan percaya saya ada bersama Anda).

Aneh, kok Herr Ludwig tahu kalau saya takut dan ragu dan masih ingat nama saya, padahal kami mengenalkan sekilas saja. Terjadi juga untuk teman segrupku yang agak melenceng jalannya, diingatkan komplet dengan namanya.

Hal ini semakin saya kagum dengan orang tuna netra dalam mengingat nama. Saya sulit sekali mengingat nama, bagi saya mengingat wajah lebih mudah. 

Kadang saya ingat wajah seseorang, tapi nama sulit. Apalagi banyak nama-nama yang sulit diucapkan. 

Biasanya untuk menolong saya dalam mengingat nama, harus saya tulis atau melihat tulisan nama tersebut dan menjadi lebih mudah diingat. Tapi orang tuna netra, hanya mendengar sekali dan segera ingat hanya mendengar dari suaranya, wow. Semakin saya respek dengan orang tuna netra.

Mengunjungi Casino

Sampai di Casino, terdengar bunyi- bunyi alat-alat permainan. Jujur di casino saya tidak bisa banyak cerita karena dunia ini sendiri asing bagi saya apalagi dalam gelap. Saya hanya dengar suara "tek..tek...klak..klak..klak.." dan banyak lagi.

Sarapan di Kafe

Setelah dari Casino, kami keluar lagi dan mau menuju kafe. Wah seneng sekali, tadi pagi belum sempat sarapan, saya mau minum capucino dan kue keju atau Kaese Kuechen.

Sampai di kafe, terdengar suara-suara orang- orang berbicara, berarti bukan grup kami saja yang telah sampai di kafe. 

Ada suara- suara cangkir, gelas, botol bergesekan. Suara desisan kaffee machine atau mesin penyeduh kopi. Bau harum kopi...hmm...sedap menggugah selera.

Masih dalam kegelapan, kami mencari tempat duduk yang kosong. Sebelum duduk kami menuju tempat pemesanan kopi dan kue. 

Penjual Kopi yang juga orang tuna netra menjelaskan macam-macam minuman yang dijual. Selain macam-macam kopi, kue-kue dan belegte broetschen atau roti yang telah diisi dengan salad dan daging asap dan keju, atau roti yang diisi salad dengan daging asap atau keju saja.

Saya  memesan capucino dan kue keju. Setelah memesan langsung membayar capucino dan kue keju. Kemudian, kami mencari tempat duduk dan pelayan kafe tuna netra mengantar pesanan kami.

Harga capucino 2,50 Euro dn harga kue keju 2 Euro. Saya keluarkan uang 5 Euro, saya tahu pasti karena aku sengaja membawa uang 5 Euroan dan uang logam.

Saya semakin heran karena penjual tuna netra itu mengenali uang kami dan mengembalikan uang kembali 50 cent. Semua hanya dengan meraba.

Setelah beberapa saat, pelayan kafe bilang, "Capucino dan kue keju?"

Saya bilang, "Ya, saya ada di sini" 

Pelayan kaffee mengantar pesanan capucino dan kue keju di meja kami. Semua dilakukan dalam kegelapan.

Dalam kegelapan pula saya nikmati hangat dan harumnya capucino dan kelezatan kue keju. 

Dalam kegelapan, keharuman dan hangatnya capucino lebih terasa lagi. Seakan konsentrasi dalam menikmati capucino, yang selama ini tidak terlalu saya perhatikan.

Kue keju yang manis dan lembutpun semakin terasa enaknya. Kue keju saya nikmati sepotong demi sepotong.

Pengalaman baru pula memotong kue keju dengan garpu kue dalam kegelapan. Saya harus menyentuh kue supaya tepat sasaran.

Anak-anak memesan jus, coca- cola, dan sebagainya. Sambil menikmati pesanan, kami cerita kekaguman kami.

Kafe merupakan tempat terakhir yang kami kunjungi dalam perjalanan di dunia gelap orang tuna netra.

Keluar dari kafe, berarti  keluar ke dunia terang lagi. Herr Ludwig mengucapkan terima kasih bahwa kami berkenan mengalami sebagai orang tuna netra dunianya. Kami pun juga berterima kasih atas tuntunannya dan penjelasannya yang jelas dan sabar. 

Setelah kami semua keluar dari museum, kami mengambil barang-barang kami di ruang penitipan di ruang bawah museum dan ke toilete, sebelum meneruskan perjalanan pulang kami.

Kami berjalan dua-dua beriringan, Frau Muller ada di barisan paling depan, dan saya di barisan paling belakang menuju station kereta Ostend dan menuju kota kecil kami Dietzenbach.

Pengalaman tak terlupakan di dunia orang tuna netra di Dialog Museum.

Dialog Museum terletak di An der Haubwache B Ebene, Passage 10 Rolltreppe, Rossmarkt, 60313 Frankfurt am Main.

Jam buka setiap hari rabu sampai jumat dari jam 9 sampai jam 17.30 

Sabtu dari jam 10.00 sampai 18.00. Hari lain tutup.

Harga karcis masuk 16 Euro untuk orang dewasa, sedangkan anak sampai usia 14, 8 Euro.

Pensiunan dan orang disabilitas 12 Euro.

Harga termasuk, penjelasan dan tuntunan dari guide selama 60 menit.

Tidak melihat apa-apa tetapi meninggalkan kesan yang banyak, indah, dan dalam

Bila ditanya saya melihat apa di Dialog Museum, saya tidak melihat apa-apa, semua gelap. Tetapi kalau ditanya apa yang saya alami dan saya rasakan, tentu banyak sekali.

Saya menjadi lebih bisa merasakan sebagai orang tuna netra, betapa mereka memiliki ketajaman indera dalam hal lainnya. 

Selain itu saya menjadi lebih bersyukur dan dengan sadar menikmati kemurahan-Nya yang boleh saya terima dengan gratis.

Salam hangat.

Dietzenbach 22 Oktober 2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun