Pernahkah kamu melihat seorang anak kecil belajar naik sepeda?
Ia jatuh berkali-kali, lututnya terluka, kadang menangis. Tapi tak ada yang berkata, "Kamu bodoh!" atau "Kenapa nggak bisa-bisa sih?" Sebaliknya, kita akan bilang, "Ayo, coba lagi. Namanya juga belajar."
Tapi lucunya, ketika kita dewasa dan jatuh dalam kehidupan, kita malah menjadi hakim paling kejam bagi diri sendiri. Kita lupa bahwa kita pun masih belajar; belajar menjadi manusia yang lebih baik.
Luka yang Tak Disadari: Ketika Diri Sendiri Tak Kunjung Dimaafkan
Sering kali kita bisa memaafkan orang lain, tapi tidak untuk diri sendiri. Kita terus menyalahkan diri atas pilihan-pilihan di masa lalu.
"Kenapa aku nggak lebih berani?"; "Seandainya aku nggak bilang itu..."; "Coba waktu itu aku tahan diri, pasti gak begini."
Kita menyimpan penyesalan seperti membawa ransel penuh batu. Berat dan melukai punggung, tapi enggan kita letakkan. Padahal tak ada gunanya membawa beban yang tak bisa diubah.
Kesalahan masa lalu bukan identitas. Ia hanya bagian dari perjalanan. Kita semua adalah orang yang sedang bertumbuh.
Menerima Diri: Proses Panjang, Tapi Penuh Harapan
Bayangkan kamu sedang memulihkan sebuah taman yang sempat terbengkalai. Rumput liar tumbuh, bunga-bunga mati, tanahnya kering.