Gaya hidup urban ikut berubah lebih banyak orang memilih menyewa, tinggal di apartemen kecil, atau bahkan hidup nomaden dari satu tempat ke tempat lain.
Kepemilikan Menurun, Ketimpangan Bisa Meningkat?
Ketika generasi muda menarik diri dari skema KPR, akses terhadap kepemilikan rumah jadi semakin terbatas.Â
Dalam jangka panjang, ini bisa memperlebar kesenjangan antara mereka yang bisa beli rumah secara tunai (biasanya dari keluarga berada) dan mereka yang harus menyewa seumur hidup.
Kepemilikan rumah punya kaitan erat dengan stabilitas. Mereka yang tinggal di rumah sendiri biasanya lebih merasa aman secara emosional, terikat dengan lingkungannya, dan lebih aktif secara sosial.Â
Jika semakin banyak anak muda tinggal berpindah-pindah karena menyewa, maka ikatan sosial di tingkat komunitas bisa melemah.
Ada juga risiko lain ketika permintaan beli menurun, investor dengan modal besar bisa memborong properti untuk disewakan.Â
Hal ini dapat membuat harga rumah makin tak terjangkau bagi masyarakat biasa, dan memperkuat dominasi pasar oleh segelintir pihak.
Secara sosial, ini berarti semakin banyak orang yang tidak punya tempat tinggal tetap. Masyarakat menjadi lebih cair, tapi juga lebih rentan.Â
Ketika rumah bukan lagi tujuan hidup bersama, kita perlu menata ulang cara kita membangun stabilitas dan keterikatan sosial di tengah dunia yang terus berubah.
Keputusan untuk tidak ambil KPR bukan tanda kegagalan, melainkan cermin realitas baru. Generasi sekarang melihat rumah bukan lagi sebagai simbol status, melainkan pilihan finansial yang harus disesuaikan dengan kondisi.Â