Ada kalanya tubuh ingin berbaring lebih lama, pikiran ingin berhenti memikirkan target, dan hati ingin diam tanpa harus menjelaskan apa-apa.Â
Namun kenyataannya berkata lain. Tanggung jawab seolah tidak pernah selesai; selalu ada yang menunggu, meminta, menagih. Seakan hidup ini tak memberi cukup ruang untuk sekadar menarik napas dalam-dalam.
Kadang kita cuma ingin berhenti sejenak. Bukan karena lemah, tapi karena lelah. Bahkan ketika merasa lelah pun, kita merasa harus minta izin sama seisi hati untuk istirahat sebentar.
Ketika Waktu Istirahat Justru Terasa Seperti Kemewahan
Di tengah dinamika hidup yang penuh dengan tekanan finansial, istirahat bisa terasa seperti "barang" mewah.
Ada pekerjaan yang belum selesai, ada notifikasi yang terus berdenting, ada orang tua yang perlu ditanya kabarnya, ada anak atau adik yang harus dibantu belajarnya, ada teman yang minta didengarkan, bahkan ada deadline yang diam-diam sudah menanti tanpa kompromi.
Kadang kita bertanya dalam hati, "Bolehkah aku diam sebentar? Tanpa merasa bersalah?"
Tapi rasa bersalah itu cepat datang. Saat kita memilih tidur lebih awal, ada suara di kepala yang bilang, "Kok gak kerja lebih lama?"
Saat kita memilih cuti sehari, ada pikiran yang menegur, "Kamu gak produktif banget sih." Lama-lama, istirahat jadi terasa seperti tindakan egois, padahal justru itu kebutuhan dasar manusia.
Tanggung Jawab Tidak Salah, Tapi Bukan Berarti Kita Harus Selalu Kuat