Mohon tunggu...
Teguh H Nugroho
Teguh H Nugroho Mohon Tunggu... Procurement - GA

Aku mencoba merangkai setiap isi hatiku dalam kata, hanya untuk kamu — satu-satunya alasan mengapa aku masih percaya pada cinta

Selanjutnya

Tutup

Love

Ketika Aku Bertahan dengan Hati, dan Dia Pergi dengan Logika

15 Oktober 2025   19:54 Diperbarui: 15 Oktober 2025   19:54 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Candle Of Love | Sumber Foto: depositphotos.com

Ada kalimat yang dulu hanya kutemukan di buku motivasi, tapi kini terasa seperti kenyataan yang menampar: "Logika tanpa empati itu keras, empati tanpa logika itu buta." Aku baru benar-benar mengerti maknanya setelah kehilangan seseorang yang pernah membuat dunia terasa hangat.

Dalam cinta kami, akulah yang berjuang dengan hati. Aku percaya bahwa perasaan bisa menyembuhkan, bahwa ketulusan bisa memperbaiki segalanya. Aku tidak peduli seberapa sulit keadaan, selama kami masih punya alasan untuk saling menggenggam. Tapi dia---ia berjalan dengan logika. Ia mencintaiku, iya, tapi ia juga menimbang segalanya dengan kepala dingin: jarak, waktu, tanggung jawab, realitas.

Kami berdua sama-sama ingin mempertahankan, tapi dengan cara yang berbeda. Aku dengan rasa, dia dengan rencana. Aku menahan dengan harapan, dia mencoba bertahan dengan perhitungan. Dan perlahan, aku mulai sadar: cinta kami tidak runtuh karena kurang cinta, tapi karena cara kami mencintai tidak lagi seimbang.

Setiap kali kami berdebat, aku selalu bicara dengan hati. Aku ingin dia mengerti perasaanku, ketakutanku, rinduku. Tapi dia menjawab dengan logika yang tajam: "Kita harus realistis." Kalimat itu dingin, meski diucapkan dengan suara yang lembut. Di saat aku menangis karena takut kehilangan, dia berdiam diri, mencoba terlihat kuat---padahal aku tahu, dia pun sedang menahan perih yang sama.

Dia bilang, hidup tidak cukup hanya dengan cinta. Aku tahu dia benar. Tapi aku juga tahu, hidup tanpa cinta terasa hampa. Aku tidak menolak logikanya, hanya berharap dia mau memberi sedikit ruang bagi perasaan. Tapi semakin lama, ruang itu semakin sempit, sampai akhirnya aku merasa seperti berbicara pada dinding yang tak lagi bisa kudobrak.

Malam-malam kami berubah. Yang dulu penuh tawa kini diisi hening panjang. Aku mencoba bercerita, dia menjawab seperlunya. Aku masih berjuang, tapi aku bisa merasakan jarak yang tumbuh pelan-pelan, seperti dinding kaca yang bening---tidak terlihat, tapi jelas terasa.

Sampai suatu malam, dia berkata dengan mata yang basah, "Aku sudah berusaha, tapi aku nggak bisa lagi." Kata-kata itu menembus dadaku lebih dalam daripada tangisan. Aku ingin memeluknya, ingin memohon, tapi suaraku tertahan. Aku tahu---itu bukan karena dia berhenti mencinta, tapi karena logikanya sudah menang melawan hatinya sendiri.

Aku tidak menyalahkannya. Hidup memang sering kejam pada orang-orang yang terlalu banyak merasa. Ia memilih jalan yang menurutnya paling benar. Tapi yang paling menyakitkan adalah, aku bisa mengerti alasannya---meski hatiku menolak menerimanya.

Setelah itu, hari-hari terasa sepi. Aku masih sering menatap layar ponsel, berharap ada pesan darinya. Tapi yang datang hanya sunyi. Di antara logika dan empati kami, cinta itu mati pelan-pelan---bukan karena kebencian, tapi karena terlalu banyak pertimbangan yang tak bisa kami lawan.

Aku masih mengingat caranya tersenyum di hari terakhir kami bertemu. Senyum itu bukan tanda bahagia, tapi bentuk perpisahan yang berusaha terlihat kuat. Ia menatapku lama, seolah ingin berkata, "Aku juga tidak ingin ini terjadi." Tapi yang keluar hanya satu kalimat pendek: "Kita harus belajar melepaskan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun