Kini aku mengerti, bahwa empati memang bisa membuatmu bertahan, tapi tanpa logika, kamu akan buta oleh harapan. Sementara logika bisa menyelamatkan dari luka, tapi tanpa empati, ia menjadi dingin dan kejam. Dan hubungan kami adalah bukti nyata dari dua kekuatan yang berjalan ke arah berlawanan.
Aku bertahan dengan hati, karena aku percaya cinta bisa menyembuhkan. Tapi dia pergi dengan logika, karena ia tahu cinta tidak selalu cukup untuk menyelamatkan. Kami sama-sama benar, tapi juga sama-sama kalah.
Kadang aku masih bertanya pada Tuhan, kenapa harus begini? Kenapa dua orang yang saling mencintai harus berakhir karena logika dan empati yang tak bisa berdamai? Tapi seiring waktu, aku mulai paham: mungkin cinta kami memang bukan untuk dimenangkan, melainkan untuk dimengerti.
Sekarang, setiap kali aku mengingatnya, aku tidak lagi marah. Aku hanya merasa hangat. Karena aku tahu, kami berdua pernah berjuang sekuat yang kami bisa---dengan cara yang berbeda. Aku dengan hati yang ingin mempertahankan, dia dengan logika yang akhirnya melepaskan.
Dan di sanalah aku belajar bahwa mencintai seseorang bukan hanya soal berani bertahan, tapi juga berani menerima alasan ketika dia tak bisa lagi. Bahwa cinta sejati tidak selalu berakhir di pelukan, tapi kadang berakhir di pengertian.
Cinta kami mengajarkanku keseimbangan: berpikir tanpa kehilangan rasa, dan merasa tanpa kehilangan arah. Karena hidup memang bukan tentang memilih antara logika atau empati, tapi bagaimana menjaga keduanya tetap berjalan berdampingan tanpa saling melukai.
Kadang kamu harus kehilangan seseorang bukan karena cinta kalian salah, tapi karena kalian mencintai dengan cara yang tak lagi seimbang. Tapi dari sana, kamu belajar: berpikir dengan hati, dan merasa dengan logika. Karena hanya dengan keseimbangan itulah kamu bisa mencintai tanpa kehilangan dirimu sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI