Mohon tunggu...
Situt Saputro
Situt Saputro Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

@situt.04

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku dan Kelam Kemerahan

21 April 2020   01:33 Diperbarui: 21 April 2020   17:43 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Heh, diajak siapa kowe melbu Gerwani?" bentak sekali lagi.

Yati makin takut, dan mencoba bediri dan lari untuk pergi. Namun kemustahilan, dua kawan tentara sudah siap menghalangi dan menangkapnya dalam pelukan eratnya. Yati memberontak, namun semakin melawan, semakin membuat senang si ketiga bajingan tersebut.

Tubuh Yati mulai digerayangi secara bersamaan. Ditampar terlebih dahulu, dipukul tepat pada mata kirinya, si tangan tentara satunya sudah tepat memegang payudara Yati. Yang satunya sibuk menahan usaha Yati untuk melawan, dan satunya si komandan yang tadi bertanya dengan penuh kebengisan merobek sekujur pakaian atasnya.

Yati habis di sore itu. Muka merah kehitaman, tubuh dingin menggigil gemetar, serta bagian kemaluan penuh darah dan bengkak. Yati dimainkan berkali-kali secara bergiliran. Sesudahnya atas nama negara dan ketertiban, Yati dimasukkan dalam sebuah ruangan di belakang markas, gelap dan bau. Menunggu sebuah giliran, kapan dirinya menjemput penghabisan.

---

Sadar dan tidak sadar Yati di tengah sebuah titik ketidakpastian. Tatapannya yang masih belum jelas karena mata kirinya yang bengkak tidak ketulungan. Nyeri di kemaluan juga belum hilang sepenuhnya. Yati tetap menjalani penderitaan di setiap subuh menjelang pagi selepas para tentara tersebut menjalani tugas suci negara; membasmi PKI.

Para tentara secara bergiliran memasuki bilik sempit dengan bau pesing dan busuk. Namun itu tak menghalangi, melahap tubuh dan nafsu dari seorang Gerwani menutupi segala busuk yang menyelimuti. Yati makin ringkuh tak berdaya, ketika kemaluannya penuh luka dan bernanah, para prajurit tersebut baru berhenti. Yati memang tak lagi disentuh, namun menjadi pembuangan di setiap waktu.

Bilik Yati berdiam diri tak jarang menjadi tempat pembuangan sisa makanan dan minuman, atau sampah-sampah lainnya. Yati dikencingi. Dan setiap tentara yang bersikap bedebah kepadanya, dengan nada dendam dan mengumpat, mereka berteriak, "dasar Gerwani, najis, komunis, ini pembayaran atas matinya Jendral kami".

Di tengah ketidakberdayaannya, Yati mengingat dan menghafal segala umpatan yang ditujukan padanya. Bertanya-tanya apa maksudnya, maknanya, artinya, kaitannya dengan dirinya. Begitu pasrah dan menyerah, Yati berharap segera menemui kematiannya, namun tak sanggup mengakhiri hidupnya, apalagi membayangkan kehidupan setelah ia keluar dari bilik dan markas jahanam tersebut.

Makin hari, bau busuk penyakit yang menempel pada diri Yati semakin tidak membuat betah dan kerasan para penghuninya. Atas intruksi dari komandan, Yati harus segera dibuang secepatnya.

Sembari berpesan, "jangan dibunuh, biarkan dia menjemput ajalnya secara perlahan. Biarkan si komunis tersebut merasakan penderitaan 6 jendral kita. Biarkan merasakan akibat pengkhianatan pancasila kita. Atau syukur-syukur ada asu yang doyan bangkainya".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun