“Silahkan Sadewa! Kau mengejutkanku,” ujar Wijaya, sambil membuka lebar pintu gubuknya.
Mereka berdua pun duduk di amben bambu yang ada di dalam bilik.
“Kedatanganku kesini adalah untuk meningkatkan ilmumu, kalau kau tidak keberatan. Karena aku telahmenyeretmu ke dalam tugas negara, maka aku merasa perlu menambahkan ilmuku yang tak seberapa ini.”
“Ah jangan begitu Sadewa! Aku sangat berterimakasih atas niat baikmu. Aku juga belum seberapa bila dibandingkandenganmu, meskipun aku belum melihat secara langsung caramu berkelahi, tetapi saat kau pernah melumpuhkanlawanku dengan menotok bagian tubuhnya, itu cukup membuktikan.”
“Baiklah jangan menunda lagi! Nanti saat purnama naik, aku dengar pertukaran tebusan itu akan dilaksanakan di bulak panjang.”
Keduanya lalu menuju halaman gubuk itu. Tidak menunggu lama, Sadewa langsung mengeluarkan jurus-jurusnya. Andaru Wijaya pun tak ketinggalan ia mengeluarkan segenap kemampuannya, tenaga dalamnya yang hampir mapanmembuat gerakannya lincah.
Sadewa sendiri seperti tak menjejak bumi, gerakannya cepat dan membadai. Andaru Wijaya berkali-kali surutkebelakang, tetapi beberapa saat ia dapat membendung serangan itu dan tak bergeser dari tempatnya berpijak.
Jika diperhatikan dengan seksama, Sadewa berada diatas tingkatan Andaru Wijaya, walau tidak terlampau jauh. Terlihat satu dua kali Andaru Wijaya bersusah payah mempertahankan diri dari gempuran Sadewa.
Ketika ayam jantan mulai berkokok, akhirnya latihan itu disudahi. Keduanya tampak mengatur pernapasan setelahtenaga mereka terkuras.
“Hari ini cukup Wijaya! Malam-malam berikutnya sebelum purnama aku akan datang!”
“Terimakasih Sadewa! Aku akan menunggu!”