"Tiada yang Sia-sia", itulah kalimat insyaf seorang cerdik-pandai dalam proses inteleknya. Yaitu dia yang akal dan hatinya terbuka dalam penerimaan dan ketundukan.
Kalimat itu diucapkan bukan semata sebagai basa basi kepasrahan dan omong kosong tanpa penghayatan.Â
Kalimat itu terbit dari langkah dan pemikiran yang dalam dari hakikat penciptaan. Baik itu semesta luas yang tampak oleh mata, atau semesta diri yang lebih tak terbatas.
Kita selalu alpa bahwa, pergantian siang-malam itu bukan hal sederhana: hampir seluruh ilmu pengetahuan yang kita konstruksikan meliputi terjadinya siang dan malam itu: termasuk di dalamnya proses kerja dedaun, lewat reaksi terang dan reaksi gelap. Perhatikan juga peristiwa pergantian musim, hujan, angin dan gelombang, panas matahari, energi dst.
Belum lagi tentang bumi, isi, peristiwanya. Juga langit dengan segala rahasianya yang belum terpecahkan. Walaupun mungkin kita telah sampai pada teknologi cahaya, tapi itu belum seberapa dari luasnya galaksi dan usia kita yang terbatas.
Maka ikrar "tiada yang sia sia" itu, memang butuh kesadaran full, melintasi akal dan spiritualitas, kenapa?
Seorang yang mencapai klimaks inteleknya, senantiasa berproses mencari, memaknai,mengingat, memuji Penciptanya dalam keadaan apapun: Berdiri, duduk dan berbaring: tiga aktivitas itu tak luput dari zikir dan tafakkur, hingga sampai pada sintesa puncak : Hanya Engkau Tuhan yang Disembah, Tiada yang sia sia dalam CiptaanMu. Dan ditutup dengan kesadaran sempurna:
Jauhkan kami dari azab pedih api neraka.
catatan:
Inspirasi Qurani: Surat Ali Imran 190-192