Mohon tunggu...
Taufiq Agung Nugroho
Taufiq Agung Nugroho Mohon Tunggu... Asisten Peneliti

Seorang bapak-bapak berkumis pada umumnya yang kebetulan berprofesi sebagai Asisten Peneliti lepas di beberapa lembaga penelitian. Selain itu saya juga mengelola dan aktif menulis di blog mbahcarik.id

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Anggaran Rp71 Triliun dan Kisah Pahlawan Lidah yang Ditolak Guru

9 Oktober 2025   08:29 Diperbarui: 9 Oktober 2025   08:29 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru dan seratus lebih siswa keracunan usai menyantap menu MBG di Nagari Kampung Tengah, Lubuk Basung, Agam, Sumatera Barat (Sumber: Tribunnews.com)

Maka, alihkan aja dana raksasa itu untuk revolusi literasi gizi secara nasional.

Ini adalah investasi yang jauh lebih murah, minim risiko, dan berkelanjutan. Fokusnya adalah memberdayakan keluarga. Daripada memberi ikan matang, kita ajari mereka memancing dan memilih umpan terbaik.

Pola makan sehat itu, tidak harus identik dengan makanan mewah dan nggak terjangkau kok. Tidak perlu superfood impor. Pola makan bergizi itu adalah makanan lokal yang sederhana dan terjangkau, seperti protein hewani murah (telur dan ikan lokal), serta sayur dan buah yang mudah didapatkan di pasar, bahkan jika kita hidup di desa, semua sumber protein nabati bisa didapat di kebun sendiri.

Revolusi literasi gizi bisa mengajarkan:

  • Prioritas pengeluaran: Agar orang tua tahu, uang jajan Rp5.000 untuk minuman manis lebih baik dialihkan untuk satu butir telur.
  • Pola asuh benar: Mengubah mitos-mitos lama dan memastikan timing pemberian ASI eksklusif dan MPASI tepat.
  • Pengolahan pangan aman: Agar tidak ada lagi kasus keracunan yang terjadi karena penanganan yang ceroboh.

Intervensi demand side ini adalah kunci untuk menciptakan kemandirian keluarga dalam memilih menu harian. Ia akan menciptakan perubahan perilaku yang bertahan seumur hidup.

Jangan Biarkan Anggaran Besar Berakhir Tragis

Program MBG, dengan niat mulianya, saat ini berjalan di atas landasan yang goyah dan terbebani oleh persoalan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Membiarkan anggaran Rp71 triliun terus mengalir ke program yang rentan keracunan dan ditolak pahlawan pendidikan, adalah pemborosan yang tragis.

Daripada menempatkan guru sebagai tester yang mempertaruhkan nyawa, lebih baik kita mengembalikan guru pada tugasnya, dan mengalihkan fokus kebijakan pada masalah yang sebenarnya. Yaitu memperbaiki literasi dan pola pikir masyarakat.

Mari kita tuntut kebijakan yang logis, yang menggunakan anggaran fantastis itu untuk mencerdaskan rakyat tentang pentingnya gizi, bukan sekadar ngasih makan jadi. Kalau rakyat sudah cerdas soal gizi, mereka sendiri yang akan tahu bagaimana membelanjakan uangnya untuk masa depan yang lebih sehat. Kan enak tuh.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun