Mohon tunggu...
Taufiq Agung Nugroho
Taufiq Agung Nugroho Mohon Tunggu... Asisten Peneliti

Seorang bapak-bapak berkumis pada umumnya yang kebetulan berprofesi sebagai Asisten Peneliti lepas di beberapa lembaga penelitian. Selain itu saya juga mengelola dan aktif menulis di blog mbahcarik.id

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Anggaran Rp71 Triliun dan Kisah Pahlawan Lidah yang Ditolak Guru

9 Oktober 2025   08:29 Diperbarui: 9 Oktober 2025   08:29 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru dan seratus lebih siswa keracunan usai menyantap menu MBG di Nagari Kampung Tengah, Lubuk Basung, Agam, Sumatera Barat (Sumber: Tribunnews.com)

"Rp71 triliun untuk MBG terancam sia-sia karena fokus pada makanan ketimbang mengubah mindset masyarakat dan membebani guru dengan tugas pencicip berisiko."

Di tengah segala kegaduhan politik kita yang melelahkan, mulai dari rebutan kursi di parlemen sampai kasus ijazah palsu yang nggak habis-habis, ada satu drama yang agak luput dari headline, tapi sungguh menusuk sampai ke ulu hati. Yakni, drama Pahlawan Lidah yang ditolak mentah-mentah.

Pahlawan Lidah yang saya maksud ini bukanlah chef selebriti yang sibuk endorsement, apalagi food vlogger yang sibuk mukbang. Dia adalah guru—ya, pahlawan tanpa tanda jasa itu, yang dimintai tolong, atau lebih tepatnya didorong-dorong, untuk menjadi pencicip resmi program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah.

Drama ini adalah cerminan dari kegagalan logika kebijakan. Program se-ambisius dan se-mulia MBG, yang konon akan menyelamatkan generasi emas, ternyata hanya mampu menghasilkan persoalan memalukan di lapangan. Dan yang paling pahit, ketika program itu berdarah-darah, justru guru yang disodori lap pembersih—sekaligus risiko.

Skandal Rp71 Triliun dan Pemindahan Dosa ke Meja Guru

Begini gitu ya logikanya. Pemerintah, dengan segala niat mulia untuk melawan stunting, mengalokasikan anggaran APBN yang super duper jumbo, mencapai Rp71 triliun pada tahun 2025. Angka ini, kalau dihitung-hitung bisa buat beli puluhan pesawat tempur, atau mungkin mengurus seluruh infrastruktur pendidikan di pelosok negeri.

Namun, di tengah kucuran dana fantastis itu, muncul kabar-kabar pilu tentang kasus keracunan dan masalah kualitas pangan di berbagai daerah. Ini menunjukkan adanya kegagalan fundamental dalam rantai pasok dan pengawasan di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Baca juga: Ikan Hiu di Menu MBG, Bukti Bahwa Nggak Semua Program Pemerintah Itu Waras

Lalu, solusinya apa dong? Ya sudah, suruh aja guru yang mencicipi duluan.

Dilansir dari Kompas, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Purworejo dan Kota Semarang menolak keras wacana menjadikan guru sebagai tester menu harian MBG. Mereka bilang, imbalan sekecil Rp100.000 per hari itu tidak sebanding dengan risiko nyawa yang dipertaruhkan.

Opini saya, dan mungkin juga opini banyak orang waras, penolakan guru ini amat sangat manusiawi. Anggaran triliunan seharusnya memastikan keamanan pangan ditangani oleh ahli gizi atau pihak berwenang yang kompeten, bukan dibebankan kepada guru yang tugas utamanya adalah mengajar, membimbing, dan mendidik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun