Mohon tunggu...
Taufiq Agung Nugroho
Taufiq Agung Nugroho Mohon Tunggu... Asisten Peneliti

Seorang bapak-bapak berkumis pada umumnya yang kebetulan berprofesi sebagai Asisten Peneliti lepas di beberapa lembaga penelitian. Selain itu saya juga mengelola dan aktif menulis di blog mbahcarik.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Uwak Rosi dan Statin di Antara Gemerlap Idul Adha

6 Juni 2025   19:51 Diperbarui: 6 Juni 2025   19:51 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jam dinding berdetak keras. Obat statin ada di saku dasternya, hangat oleh suhu tubuh. Ia belum menelannya. Takut terlalu cepat. Takut terlambat.

Ia pandangi kalender. 21.45 WIB—fase gugus lemak ketiga?

"Uwak! Kikilnya gosong!"

Teriakan dari dapur mengguncang perhitungan. Ia berlari kecil, nyaris terpeleset minyak di lantai. Suara wajan meletup.

Obat di sakunya bergeser. Ia menoleh ke jam. 21.49.

Ia lupa, tadi rendangnya dua piring, bukan satu. Apakah itu mengubah seluruh rumus?

Malam itu, Uwak Rosi duduk di meja makan, memandang sepiring gulai kikil yang baru saja ia lepaskan dari wajan. Baunya menggoda, dengan aroma kaldu yang mendalam, berpadu dengan rempah yang meresap ke dalam daging. Tapi di hatinya ada rasa cemas yang lebih tajam daripada pedas cabe rawit.

Ia menatap sekilas ke jam dinding yang berdetak pelan, lalu kembali ke obat statinnya yang tergeletak di meja. Rasanya, tiap detikan waktu semakin berat—seperti ada hukum fisika yang mengatur tubuhnya untuk memproduksi kolesterol lebih banyak dari yang ia inginkan.

Sambil menggigit bibir, Uwak Rosi memandang kalender robek di depannya, yang sekarang lebih mirip peta perjalanan waktu ketimbang alat untuk mencatat hari-hari. Ia menatap baris-baris angka yang ditulis dengan stabilo pink dan biru. Tanggal, jam makan, dosis obat—semuanya disusun seperti agenda penting seorang ilmuwan yang sedang mengeksperimen pada dirinya sendiri. Ia membayangkan tubuhnya adalah grafik kolesterol yang sedang naik-turun.

"Kalau saya makan empat potong kikil, lalu nasi, bisa-bisa kolesterol saya bisa melonjak dua kali lipat, ya?" pikirnya, dengan kerut cemas di dahi.

Ia menggambar kurva kolesterol di kepala, seolah sebuah grafik yang naik tajam pada setiap gigitan. Dan obat statinnya? "Harus tepat setelah puncak grafik, supaya hasilnya maksimal," pikirnya lagi, sembari meraih sendok untuk mencicipi gulai kikil yang masih mengepul itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun