Namun, Sultan tidak terburu-buru. Ia mengangkat tangan, menghentikan semua bisik.
"Jaka Tingkir," ucapnya, "kau telah membuktikan keberanianmu. Tapi keberanian bukanlah tujuan akhir. Kesetiaan, kebijaksanaan---itulah ujian yang lebih berat. Mulai hari ini, kau kuangkat sebagai Senopati Muda Demak."
Ruangan bergemuruh. Sebagian terkejut, sebagian tidak rela. Anak desa dari Tingkir kini resmi mendapat kedudukan di jantung kekuasaan Demak.
Karebet menunduk dalam, berusaha menyembunyikan debar hatinya. Ia tahu, jabatan ini bukan hadiah, melainkan ujian baru.
Kemarahan yang Tertahan
Di balik keramaian paseban, seorang bangsawan muda menggertakkan giginya. Ia adalah kerabat dekat Arya Penangsang.
"Anak desa itu... sekarang senopati? Ini penghinaan bagi darah biru."
Bisikan dendam itu mulai berakar, menunggu waktu untuk tumbuh menjadi badai.
Tatapan Retna Kencana
Di luar paseban, Retna Kencana menunggu kabar. Saat Karebet keluar dengan wajah tenang, matanya langsung berbinar. Ia tahu apa yang terjadi. Dengan suara pelan ia berucap:
"Adimas, langkahmu kian tinggi. Tapi ingat, semakin tinggi pohon, semakin kencang angin mengguncang."