Ini bukan soal menyalahkan siapa-siapa. Tapi ketika semua orang terus berkata "nasib", kita lupa bahwa keselamatan adalah sesuatu yang bisa dan seharusnya direncanakan.
Aksesibilitas Bukan Tambahan, Tapi Hak
Saya menulis ini bukan untuk menyalahkan siapa pun, apalagi mengejek orang bertubuh besar. Tapi untuk menyuarakan fakta bahwa kapal penyeberangan kita belum ramah terhadap semua tubuh, semua usia, dan semua kondisi fisik.
Di era di mana semua moda transportasi bicara soal inklusivitas, kapal penyeberangan kita masih menaruh risiko besar pada mereka yang dianggap "di luar rata-rata."
Saya percaya, perbaikan bisa dimulai dari hal sederhana: memastikan lebar parkir antar kendaraan cukup untuk evakuasi, menugaskan petugas dek yang berjaga saat naik-turun kendaraan, mengadakan briefing keselamatan yang serius, bukan bercanda.
Dan bagi kita sebagai penumpang, mari lebih peka. Bukan hanya soal membawa pelampung sendiri atau mengecek pintu darurat, tapi juga berani menyuarakan jika merasa prosedur tidak aman.
Kalau ibu-ibu bisa kegencet truk karena terburu-buru naik bus di dek kapal, siapa yang bisa jamin besok bukan kita?
Maka, judul "Orang Gendut Tidak Boleh Naik Feri?" bukan sindiran untuk tubuh seseorang, tapi tamparan bagi sistem yang belum siap menerima keberagaman tubuh manusia. Transportasi publik seharusnya melindungi semua, bukan hanya yang ideal di atas kertas.
Kalau keselamatan masih bergantung pada posisi parkir dan keberuntungan, mungkin sudah waktunya kita berkata: ini bukan sekadar perjalanan biasa---ini taruhan nyawa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI