Menurut mas Agik, Tegel motif kereta api ini dulu dipesan khusus oleh Nitisemito untuk rumah kembar di Kudus. Namun kami tidak bisa mengkonfirmasi informasi ini karena kami tidak bisa masuk ke rumah kembar warisan Crazy Rich Kudus.
Motif kereta api di tegel bukan hanya hiasan. Ia adalah simbol zaman: tentang modernisasi, tentang jalur-jalur perdagangan, dan tentang mimpi kolektif masyarakat Tionghoa di pesisir Jawa akan masa depan yang lebih cepat, lebih lancar, dan lebih terang.
Sebagian tegel yang dipajang memiliki motif bunga berpola simetris, menyerupai sulur dan kelopak mekar dengan warna yang mulai pudar namun tetap anggun.
Tegel-Tegel itu memiliki komposisi warna klasik: merah marun, hijau botol, abu-abu kebiruan, dan krem tua---semuanya hasil pewarnaan mineral alami zaman dahulu.
Nama "Lie Thiam Kwie" tertera di atas marmer kecil---ia adalah pendiri pabrik tegel ini, aktif sejak 1910 dan menjadi tokoh penting dalam industri manufaktur lokal di Lasem.
Tegel-tegel lain di ruangan ini menampilkan motif bunga, bintang, hingga burung---semuanya dibuat dengan teknik manual dan cetakan tua yang kini tak lagi dipakai.
Workshop Sunyi dan Papan Absen 1970-an
Perjalanan berlanjut ke bagian belakang: area workshop pabrik. Ruangannya sangat luas, tapi tampak sepi dan tidak terawat. Atapnya dari genteng yang sebagian tampak bocor. Tampak langit langit sehingga terlihat kerangkanya.
Menurut mas Agik pabrik ini masih beroperasi terbatas membuat paving block.
Namun siang itu sunyi. Tidak ada pekerja, tidak terdengar suara cetak-mencetak, tidak tercium bau semen atau pewarna. "Dulu di sini ramai sekali," kata Mas Agik. "Sekarang tinggal sisa-sisa saja."