Ternyata tidak. Menurut Mas Agik, kebetulan saja hari itu ada acara di rumah ini. Tak ada hubungannya dengan kunjungan kami. Tapi keberadaan mereka, justru menghidupkan suasana rumah---seperti melihat rumah tua yang masih bernafas, bukan sekadar peninggalan yang sunyi senyap.
Tak lama kemudian, seorang perempuan tua menghampiri. Mungkin penjaga rumah. Ia tersenyum ramah dan mempersilakan kami masuk.
Suasana berubah lebih tenang ketika kaki kami melangkah ke dalam rumah utama.
Rumah yang Diam tapi Bercerita
Bangunan ini dulunya adalah milik seorang pengusaha Tionghoa pembuat tegel. Namanya Li Thiam Kie. Salah satu tokoh penting dalam sejarah industri tegel Lasem. Rumah ini, yang kini dikenal sebagai Rumah Tegel LZ, dahulu merupakan bagian dari kompleks pabrik tegel miliknya.
Kini, rumah itu tidak lagi menjadi hunian tetap. Keturunannya sesekali datang untuk menjenguk, menjaga, atau sekadar menghirup kembali aroma masa silam.
Kami duduk di ruang tengah. Ada meja marmer besar yang dingin, dan beberapa kursi yang diletakkan dengan jarak teratur. Tapi yang paling menarik adalah sebuah kursi goyang tua dengan lengan melengkung dari kayu jati. Model kursi goyang ini disebut model gitana. Gaya kolonial Spanyol yang dulu populer di kalangan elite. Kata gitana sendiri dalam bahasa Spanyol bermakna gipsi perempuan. Saya tak kuasa menahan diri untuk mencobanya.
Walau telah berusia puluhan tahun, kursi iru masih kokoh, kuat dan masih mantap bergoyang, seolah waktu tak menyentuhnya. Dan di situlah saya duduk, menikmati momen dan nuansa masa lampau.
Pilar-Pilar Waktu dan Gaya Arsitektur