Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Bersama Gadis Taiwan Dari Reboilera ke Sintra

11 Mei 2025   05:32 Diperbarui: 11 Mei 2025   10:13 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan daribcastello: dokpri 

Perjalanan ke Sintra hanya sekitar 30 menit, tapi obrolan itu membuatnya terasa jauh lebih pendek. Ada banyak stasiun yang kami lewati, namun hanya satu stasiun enlik Sintra yang saya ingat nama nya :Fortaleza de Sintra.
Saat tiba di Stasiun Sintra, kami pun berfoto bersama. Saya tahu, pertemuan ini mungkin hanya sebentar. Tapi begitulah indahnya perjalanan---kadang yang paling kita ingat bukan hanya pemandangan, melainkan orang yang kita temui di tengah jalan.
Stasiun Sintra tak seramai yang saya bayangkan. Bangunannya kecil dan klasik, dengan kesan kolonial Eropa yang tidak mencolok tapi menyenangkan.

Bus 434: dokpri
Bus 434: dokpri

Tepat di depan stasiun, ada antrian menunggu bus hop-on hop-off. Ada dua rute utama: 434 dan 435. Bus ini memang jadi favorit wisatawan karena menghubungkan tempat-tempat terkenal seperti Palcio da Pena, Castelo dos Mouros, dan pusat kota Sintra.
Saya ikut anteian dan membeli tiket 24 jam seharga 13,50. Dengan tiket ini saya bisa naik bus 434 dan 435 sepuasnya dalam sehari. Sementara Gadis Taiwan itu lebih memilih berjalan kaki di pusat kota, mengeksplorasi jalanan dan mungkin mencari hal-hal menarik di pusat  kota . Kami saling mengucapkan selamat jalan. "Enjoy the castle," katanya sambil melambaikan tangan.

Saya naik bus 434 yang membawa wisatawan ke jalur bukit menuju destinasi-destinasi utama: Castelo dos Mouros, Palcio da Pena, dan National Palace of Sintra.
Bus 434 yang saya naiki adalah bus berukuran sedang berwarna putih, merek Mercedes Citaro hybrid. Bus ini menanjak perlahan di jalanan berbatu yang sempit dan berliku, menembus hutan pinus dan kabut tipis. Waktu tempuh dari stasiun ke Castelo dos Mouros sekitar 15 menit, tapi karena jalan sempit dan penuh tikungan tajam,
Bus kecil itu menanjak dengan mantap melewati jalan-jalan sempit dan berliku khas Sintra. Pohon ek dan cemara menjulang di sisi kanan-kiri, diselingi kabut tipis yang mulai menyelimuti hutan-hutan kecil. Rasanya seperti naik ke dunia lain---lebih sunyi, lebih tua, lebih penuh rahasia.

Pemandangan daribcastello: dokpri 
Pemandangan daribcastello: dokpri 

Tujuan pertama saya adalah Castelo dos Mouros. Benteng batu tua yang berdiri sejak abad ke-8 ini awalnya dibangun oleh bangsa Moor sebagai pos pengamatan strategis. Letaknya tinggi di atas bukit, dari mana kita bisa melihat hampir seluruh Sintra jika cuaca cerah. Tapi hari itu cuaca tak sepenuhnya cerah.
Begitu saya turun dari bus dan mendaki jalan menuju gerbang kastil, gerimis mulai turun. Rintik kecil membasahi jaket saya dan membuat dedaunan berkilau. Suara hujan di antara pepohonan seperti musik latar dari film petualangan. Tanpa sadar saya menunduk dan menarik jaket lebih rapat. Tapi langkah saya tidak berhenti.

Untuk masukn ke area kastil, saya membayar tiket masuk---seharga  12, dan mulai mendaki jalur batu menuju tembok-tembok benteng yang bergerigi. Sekilas mirip Tembok Cina. Kabut makin tebal, dan kini hujan datang lebih deras. Tidak menyiksa, tapi cukup untuk membuat sebagian wisatawan mundur kembali ke bawah. Untung saya membawa payung.
Saya terus mendaki, sendirian, menyusuri dinding tua yang membentang seperti tulang punggung naga di puncak bukit.

Dari beberapa titik di dinding, saya bisa melihat siluet Palcio da Pena---kastil berwarna merah dan kuning yang tampak mencolok bahkan di tengah kabut. Pemandangan itu tak akan saya lupakan. Angin bertiup dari sisi bukit, membawa suara lembut hutan dan rintik hujan yang menabrak batu tua. Ada sesuatu yang abadi di sana, sesuatu yang membuat saya diam cukup lama sebelum kembali turun.
Saat kembali ke halte bus, sepatu saya basah dan tangan dingin. Tapi hati saya hangat. Perjalanan ini bukan tentang kenyamanan, melainkan tentang kejutan-kejutan kecil: bertemu orang asing di stasiun sunyi, menembus kabut ke kastil tua, dan diam di antara sejarah yang bernafas lewat batu dan pohon.
Hari itu masih panjang. Saya berencana melanjutkan ke Palcio da Pena, lalu mungkin berjalan ke pusat kota dan mampir ke Quinta da Regaleira jika sempat. Tapi bahkan jika waktu saya terbatas, kunjungan ke Castelo dos Mouros sudah cukup membayar perjalanan pagi dari Alfarnelos.

Peristiwa paling berkesan pagi ini adalah pertemuan singkat dengan gadis Taiwan yang mungkin tidak akan pernah terjadi lagi,

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun