Amir berasal dari kalangan kiri, memimpin kabinet menghadapi Agresi Militer Belanda I (21 Juli 1947).
Alasan diganti: Tidak mampu menahan agresi, banyak pihak kecewa dengan kepemimpinannya.
Kabinet Amir Sjarifuddin II (11 November 1947 -- 29 Januari 1948)
Amir mencoba memperbaiki keadaan, tapi justru menandatangani Perjanjian Renville (17 Januari 1948) yang makin mempersempit wilayah Republik.
Alasan diganti: Renville dianggap terlalu merugikan Indonesia, dukungan politik langsung rontok. Amir dipaksa mundur.
Kabinet Mohammad Hatta I (29 Januari 1948 -- 19 Desember 1948)
Kabinet ini berusaha menata kekuatan militer, termasuk kebijakan rasionalisasi tentara (mengurangi jumlah laskar dan menyatukan ke TNI).
Alasan diganti: Pada masa ini terjadi perpecahan internal, termasuk pemberontakan PKI Madiun 1948. Ditambah Agresi Militer II (19 Desember 1948) membuat pemerintahan pusat lumpuh di Yogyakarta.
Kabinet Darurat Sjafruddin Prawiranegara (19 Desember 1948 -- 13 Juli 1949)
Dibentuk di Bukittinggi setelah Yogyakarta jatuh, untuk menyelamatkan eksistensi Republik.
Alasan diganti: Setelah Soekarno-Hatta dibebaskan dan pemerintahan RI kembali berjalan, kabinet darurat bubar dengan sendirinya.