Mohon tunggu...
Taslim Buldani
Taslim Buldani Mohon Tunggu... Administrasi - Pustakawan di Hiswara Bunjamin Tandjung

Riang Gembira Penuh Suka Cita

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Utangku Sehat, Aset Kudapat, Sistem Keuangan Kuat

6 Agustus 2020   17:43 Diperbarui: 6 Agustus 2020   17:37 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: walton.uark.edu

Pernah mengalami dikejar-kejar debt collector? Saya pernah. Momen kelam tersebut membekas betul dalam ingatan. Hanya berkat pertolongan Allah SWT dan dukungan keluarga, saya bisa melewati masa-masa menegangkan itu. Sejak saat itu pula saya bertekad untuk tidak lagi berurusan dengan mereka.

Petaka itu bermula dari penggunaan kartu kredit yang tidak terkelola dengan sepantasnya. Meski sempat bertahan dengan strategi gali lubang tutup lubang, namun akhirnya tersungkur juga. 

Dalam kasus semacam ini mungkin saya tak sendiri. Terlena menggunakan kartu kredit demi hasrat memiliki barang yang sebenarnya tidak benar-benar dibutuhkan

Tak sedikit orang membeli baju karena tergiur promo meskipun dilemarinya masih ada baju baru yang belum dipakai. Juga tergiur membeli gawai padahal gawainya masih berfungsi maksimal.

Perilaku "lapar mata" gegara godaan diskon sebenarnya tidak bisa disalahkan. Setiap orang punya hak untuk membeli barang sesuai keinginan masing-masing. 

Tapi di mata Ita Rulina, Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, perilaku semacam ini perlu diubah. Perilaku konsumtif masyarakat harus diubah demi turut menjaga stabilitas sistem keuangan.  

Topik ini mengemuka dalam acara Nangkring Webinar yang diadakan Kompasiana bekerja sama dengan Bank Indonesia. Acara yang digelar 21 Juli 2020 ini, selain menghadirkan Ita sebagai narasumber, juga menghadirkan Chicco Jerikho, aktor sekaligus entrepreneur.

"Perilaku kita sekecil apapun akan memberikan dampak kepada sistem keuangan," ungkap Ita dalam penjelasannya. Dia menegaskan pentingnya perilaku yang mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam memanfaatkan produk keuangan. Terutama produk keuangan yang menimbulkan kewajiban berupa cicilan.

Webinar bertemakan "Manfaatkan Produk Keuangan, Makroprudensial Aman Terjaga" mencoba memberikan gambaran tentang relasi antar elemen sistem keuangan yang saling terhubung. Sektor Keuangan (Bank & IKNB), Rumah Tangga, Korporasi, infrastruktur keuangan, dan Sektor Publik (Pemerintah & Bank Sentral) semuanya saling kait mengait.

Dalam materinya, Ita menjelaskan bahwa adanya interaksi antar elemen sistem keuangan berpotensi menimbulkan terjadinya risiko. Jika salah satu elemen mengalami masalah, maka tata kerja sistem keuangan secara keseluruhan terkena imbasnya.

Stabilitas Sistem Keuangan

Ketika ekonomi sedang membaik, biasanya institusi keuangan bank dan non bank gencar menawarkan kredit dan pembiayaan. Tenaga pemasaran dikerahkan untuk berlomba-lomba menyalurkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), pembiayaan kendaraan bermotor, Kredit Tanpa Agunan (KTA), atau kartu kredit kepada masyarakat.

Tawaran bunga ringan, uang muka ringan, dan kredit tanpa provisi biasanya dijadikan sebagai daya tarik. Masyarakat atau sektor rumah tangga tentu banyak yang terpikat dan memanfaatkan promo yang ditawarkan.

Korporasi tentu memanfaatkan momentum ini untuk ekspansi. Proyek properti tumbuh, produksi kendaraan bermotor meningkat, dan industri retail menggelar program promo demi mendongkrak penjualan.

Perilaku over optimistic yang dipraktekan oleh institusi keuangan, korporasi dan rumah tangga seperti ini sebenernya memiliki risiko. 

Menurut Ita, dalam kondisi over optimistic institusi keuangan biasanya lupa dan mengabaikan profil risiko calon nasabahnya. Disisi lain masyarakat juga terlena dan memanfaatkan pinjaman yang sifatnya konsumtif bukan produktif.

Kondisi ini jika dibiarkan dikhawatirkan akan terjadi bubble yang dapat memicu krisis. Hal ini mengingat siklus ekonomi tak selamanya naik. Pada titik tertentu siklus akan mencapai puncaknya dan mengalami trand penurunan.

Apa yang terjadi saat ini adalah contoh nyata siklus ekonomi yang sedang menurun. Akibat wabah COVID-19 banyak perusahaan gulung tikar, PHK terjadi dimana-mana, sektor perdagangan pun mati suri.

Mereka yang terdampak langsung tentunya menghadapi beban keuangan yang berat. Terlebih lagi jika pada saat bersamaan memiliki kewajiban membayar cicilan hutang.

Risiko gagal bayar terpampang di depan mata. Gagal bayar di sektor rumah tangga tentunya berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan. 

Tingkat rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) sebagai salah satu indikator kesehatan aset bank dan perusahaan pembiayaan akan meningkat. Jika tak diatasi akan berdampak buruk terhadap performa institusi keuangan yang bersangkutan.

Realitas ini adalah penegasan atas apa yang dikemukakan Ita bahwasannya perilaku kita sekecil apapun akan memberikan dampak kepada sistem keuangan.  

Utang Sehat

Memiliki utang atau cicilan sebenarnya tidak dilarang. Selama dikelola dengan baik, kredit bank atau perusahaan pembiayaan bisa dijadikan sebagai salah satu solusi untuk memiliki aset, mendapatkan modal usaha dan/ atau mengembangkan usaha.

Sejumlah aset seperti laptop, motor, mobil, dan rumah yang saya peroleh melalui kredit. Semata-mata atas izin Allah SWT disertai kedisiplinan dalam mengelola utang, kami berhasil memiliki aset-aset tersebut.

Berikut ini adalah langkah-langkah yang saya ambil dalam mengelola utang. Pertama, berutang hanya dalam kondisi mendesak dan butuh. 

Memetakan kebutuhan dasar dan menentukan skala prioritas adalah langkah awal yang saya ambil dalam mengelola utang.

Selain rumah dan kendaraan, biaya pendidikan masuk dalam skala prioritas yang layak diperjuangan dengan utang. Jika tak ada dalam daftar prioritas atau kebutuhan, "haram" hukumnya berutang meski ada tawaran menggiurkan.    

Bagi kreditur, utang adalah barang dagangan dengan bunga sebagai keuntungannya. Tak salah jika mereka merayu dengan iming-iming bunga rendah, cicilan nol persen, atau bebas provisi. Kuncinya mutlak ada pada kita, mau atau tidak menerima tawarannya. 

Kedua, tidak besar pasak daripada tiang. Cara ini dilakukan dengan memastikan rasio utang terhadap penghasilan masih dalam zona aman sebelum berutang.

Alasan inilah yang membuat kami memutuskan tidak membeli mobil dan rumah dalam kondisi baru. Harapannya tentu agar cicilannya tidak membebani kondisi keuangan karena harga relatif lebih murah.

Para ahli perencana keuangan menyarankan rasio utang tidak lebih dari 30% dari pendapatan. Sisanya dialokasikan untuk kebutuhan sehari-hari dan tabungan atau investasi.

Rasio ini sejatinya tak mutlak tapi penting untuk dijadikan rujukan. Hal ini demi meminimalisir risiko denda bunga dan kehilangan aset akibat telat atau gagal bayar. 

Ketiga, menggabungkan utang demi meringankan cicilan. Langkah ini pernah kami ambil ketika beban cicilan KTA, rumah dan mobil membebani cash flow bulanan.

Caranya adalah dengan melunasi cicilan mobil memanfaatkan dana penambahan plafon KTA. Meski ada utang baru, tapi setidaknya aset mobil bisa diamankan. Disisi lain cicilan bulanan KTA dan KPR masih dalam jangkauan.

Keempat, mencari penghasilan tambahan. Asal ada kemuan, setiap orang tentu memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Ada kemauan pasti ada jalan.  

Bergabung sebagai agen asuransi, mencoba MLM, dan menawarkan jasa pengelolaan perpustakaan adalah cara-cara yang saya lakukan untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Meski tak semuanya berjalan mulus, ahamdulillah ada satu pekerjaan tambahan yang masih berjalan.

Itulah empat langkah yang saya lakukan dalam menjaga agar utang sehat. Tentunya masih banyak cara yang bisa dilakukan agar keuangan senantiasa nyaman walau punya beban utang.

Alhamdulillah, berkat izin Allah SWT dan menjaga kedisiplinan dalam mengelola utang, satu per satu cicilan bisa diselesaikan. Bulan Juni ini menjadi momen terindah karena KPR juga lunas.

***

Semoga, apa yang saya lakukan dalam memanfaatkan produk keuangan dalam bentuk kartu kredit, KTA, KPR, dan pembiayaan kendaraan bermotor sesuai dengan apa yang diharapkan Ita Rulina. Bahwasannya "Perilaku kita sekecil apapun akan memberikan dampak kepada sistem keuangan."

Bagi bank dan IKNB, utang yang sehat berarti keuntungan didapat. Industri keuangan akan tumbuh sehat dan menyalurkan lebih banyak kredit yang bermanfaat bagi korporat dan masyarakat. Kondisi ini pada gilirannya akan mengantarkan pada kondisi sistem keuangan yang kuat. 

Utangku sehat, aset kudapat, sistem keuangan kuat (tasbul).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun