Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Maraknya Kencan Online, Pemerintah Bisa Apa?

18 Oktober 2020   06:42 Diperbarui: 18 Oktober 2020   11:35 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

Dalam beberapa tahun terakhir begitu gencar masyarakat kita digempur dengan maraknya peristiwa-peristiwa sosial yang menghebohkan akibat dipicu oleh penyalahgunaan teknology dan media sosial. 

Misalnya penangkapan besar-besaran terhadap artis yang melakukan kencan melalui komunikasi online yang endingnya kepada hubungan seks terlarang bahkan melibatkan artis papan atas di Indonesia.

Tidak berhenti disitu bahkan praktek ini juga sudah pada tahap menyiapkan wadah, web, link atau url yang memfasilitasi kegiatan terlarang dimaksud sekaligus dengan segala ragam tarifnya sebagaimana tarif jenis pesawat bagi para penumpang yang akan menuju ke bulan.

Meski kemudian beberapa situs dan sejenisnya telah berhasil diamankan oleh aparatur penegak hukum. Namun sesungguhnya masih banyak model-model penyiapan wadah komunikasi yang mempertemukan antara pelaku kencan yang berlanjut dengan hubungan seks terlarang ini yang belum terbongkar.

Lalu, apakah dengan gencarnya penertiban oleh yang berwajib aktivitas ini menjadi berkurang? Tentu saja kita meyakini itu sebelum terbongkar kasus serupa lainnya yang mungkin saja lebih dasyat kemarakannya. 

Pada tataran model yang terorganisir minimal para pelaku sudah harus mewaspadai untuk tidak mengulang kesalahan yang pernah dilakukan oleh kelompok yang sudah terbuka. 

Namun selama banyak pelaku masih ingin melakukan kencan online ini maka seribu model aktivitas komunikasi terselubung bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun.

Peristiwa yang banyak menyeret artis dalam kencan online tersebut ternyata juga melibatkan beberapa pejabat baik dipusat maupun di daerah, bahkan kepala daerah kabupaten dan kota juga ikut tersebut namanya. 

Meski semua berawal dari kegiatan normatif misalnya di awal mereka memfasilitasi kebutuhan hiburan rakyat baik untuk kampanye pilkada atau kegiatan lain di daerah yang kemudian menjadi jalan mulus terjadinya komunikasi yang intensif pada kedua profesi yang berbeda ini. Syukurlah belum kita dapatkan informasi pejabat membuat acara konser amal kemudian ditangkap sekamar bersama artis itu.

Lalu, kenapa begitu mudahnya mereka yang tergolong publik figur dan kalangan pejabat serta para kalangan tokoh yang memiliki banyak uang terseret untuk melakukan itu? 

Sebenarnya kencan yang berlanjut dengan hubungan seks atau prilaku inmoralitas seperti selingkuh, kencan itu sendiri bukanlah budaya baru dalam kehidupan masyarakat kita. 

Hal ini juga terjadi sebelum mereka mengenal aktivitas ini secara online, atau sebelum masyarakat mengenal aplikasi media sosial semacam facebook, twitter, instagram, what app, telegram, video call dan lain-lain yang menambah kemudahan untuk itu.

Namun semua yang penulis terangkan diatas adalah bentuk-bentuk komunikasi yang mengantarkan terjadinya kencan sempurna pada hubungan sexsual terlarang antara mereka yang berlainan jenis maupun mereka yang sejenis.

Hal ini yang kemudian seringkali digolongkan sebagai kencan online, padahal jika dikaji secara mendalam media sosial dan peralatan komunikasi yang canggih hanya sebagai jembatan para pelaku untuk merencanakan atau memutuskan akan melakukan kencan sempurna yang sesungguhnya. 

Sementara yang lebih parah justru media komunikasi seperti video call yang langsung digunakan untuk mempraktekkan adegan seksual antara pelaku di tempat masing-masing yang dapat memberi kepuasan sebagaimana hubungan fisik.

Tentu saja dimasa pandemi yang membatasi hubungan fisik lintas pelaku, hal ini menjadi alternatif yang paling mungkin dilakukan oleh para pecandu kencan online ini.

Lalu, apakah kencan online semacam ini juga ikut melibatkan mereka sebagaimana artis papan atas, publik figur, pejabat dan tokoh sebagaimana kencan sempurna yang menggunakan alat komunikasi online sebagaimana terjadi kehebohan pada masa sebelumnya? 

Tentu sangat terbuka peluang untuk itu dan tidak sebatas mereka tetapi yang mengkuatirkan justru terjadi pada level mahasiwa, pelajar bahkan anak-anak dibawah umur yang menyukai dan mengharuskan mereka melakukan itu.

Beberapa Faktor Penyebab

Pada tataran terjadinya kencan online di tengah masyarakat dikalangan manapun disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah sebagai berikut :

Pertama, Faktor sosial ekonomi, dimana terbatasnya lapangan pekerjaan, tuntutan biaya kebutuhan yang semakin tinggi, uang gaji yang tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari, biaya kebutuhan keluarga yang tidak sepadan dan tuntutan kebutuhan lain yang mendesak.

Para pelakunya menawarkan pelayanan online untuk sedapat mungkin memberi kepuasan kepada pelanggannya yang sebelumnya telah terjadi negosiasi pembayaran yang juga bisa dilakukan secara online, outputya adalah uang.

Kedua, Faktor pemahaman beragama yang minus terutama dalam hal tauhid yang mengajarkan tentang keberadaan Tuhan dalam kehidupannya. Hal ini sama sekali minim pada kalangan masyarakat kita, apalagi mereka yang keluarganya disibukkan dengan pekerjaan yang menyeret kehidupan mereka secara total ke ranah pekerjaan. 

Kecenderungan seperti ini tentu saja pembinaan pertumbuhan anggota keluarganya menjadi minus dalam memberi perhatian terhadap rohani mereka, jikapun ada sebatas etika dan sopan-santun dalam kehidupan sehari-hari yang telah menjadi budaya.

Ketiga, Faktor Pendidikan Seksual yang sangat terbatas pada masyarakat timur. Sebahagian besar generasi dimasyarakat kita tumbuh dalam pendidikan seksual yang berbeda sebagaimana pada masyarakat belahan bumi eropa yang mendapat pendidikan seksual sejak dini.

Sementara kita masih dalam tabu berbicara seksual pada batasan umur tertentu, sehingga banyak anak-anak remaja yang terjebak dengan prilaku seksual tanpa menghubungkannya dengan dampak pada masa depannya dan resiko yang harus dihadapinya.

Keempat, Sosial Budaya Cinta Yang Bebas Nilai (free love). Sebelum perkawinan atau berkeluarga sebahagian besar masyarakat kita melakukan hubungan berpacaran atau dimasa lalu pada masyarakat yang beragama secara benar ada masa pengenalan prilaku, keluarga, kebiasaan dan lain-lain terkait dengan kepribadian dan lingkungan masing-masing.

Namun dalam masyarakat yang lebih bebas sebagaimana jaman ini pengenalan calon pasangan itu justru melebihi batas kedekatan hubungan sebagaimana yang diperbolehkan dalam ajaran agama dan nilai budaya ketimuran. 

Bahkan ada pasangan yang duluan menjalani kehidupan bersama serumah yang disebut kumpul kebo. Ketika ada kecocokan dalam rentang waktu yang panjang barulah mereka melakukan pernikahan.

Pada masyarakat yang sejenis ini maka kencan online adalah suatu hal yang biasa, apalagi dalam masa pandemi.

Kelima, Faktor Lingkungan. Kehidupan sehari-hari disuatu lingkungan yang diwarnai dengan pembicaraan aktivitas terselubung namun terbuka dapat mempengaruhi aktivitas dan cara berpikir orang lain disekitanya. 

Karena aktivitas tersebut dianggap sebagai hal yang biasa sehingga memunculkan kemakluman kemudian menjadi kelaziman dan karena sudah mempengaruhi sebahagian besar maka hal itu sudah pasti menjadi kebiasaan bahkan budaya terbatas.

Keenam, Faktor Pendidikan Orang Tua. Keluarga yang minus dalam pendidikan terutama pendidikan agama dan pendidikan umum yang standar tentu saja memberi pengaruh besar terhadap prilaku generasi termasuk yang melakukan kencan online. 

Ketika hal itu dianggap tidak berdosa dan bisa dirahasiakan dan mengisyaratkan tahu sama tahu para pelakunya maka ini akan menjadi jalan yang mempermulus terjadinya aktivitas tersebut.

Strategi Mangatasinya

Setiap masalah sosial tentu dibutuhkan cara mengatasinya sebaik mungkin, apalagi dilakukan oleh negara yang memiliki semua alat untuk itu. Lalu apakah dengan kecenderungan terjadinya prilaku sosial yang inmorality tersebut negara harus menghambat kemajuan teknology dan membatasi media sosial?

Disinilah kekeliruan cara berpikir pemerintah kita dimana kebijakan yang dilahirkan hanya sebatas hukum akibat pelanggaran. Seharusnya pemerintah perlu melakukan penataan pembinaan rakyat secara komprehensif. 

Sehingga masyarakat tumbuh tidak menjadi pelanggar-pelanggar hukum negara yang semua itu anti dari kecenderungan prilaku alamiah warga yang tidak memelihara nilai dalam kehidupan mereka.

Beberapa cara bisa dilakukan untuk mengatasi prilaku kencan online yang intinya pada adegan seksual online, diantaranya adalah sebagai berikut :

Pertama, Memberi ketauladanan dan kewibawaan sosial terutama pada pejabat negara yang bebas dengan prilaku inmoralitas tersebut. Pemerintah sebagai pelaku pembuatan kebijakan publik wajib memahami bahwa prilakunya meski pribadi adalah bentuk kebijakan publik yang menjadi contoh bagi rakyat. Oleh karena itu pemerintah harus  membuat aturan dan menindak tegas pejabat yang melakukan itu dengan pemecatan pada jabatannya.

Kedua, Pemerintah perlu memprioritaskan lapangan pekerjaan untuk mengangkat ekonomi masyarakat. Karena hal itu mempengaruhi secara signifikan prilaku dan moralitas rakyatnya dan mempengaruhi kredibilitas bangsanya. 

Maka faktor keneradaan lapangan pekerjaan oleh pemerintah dalam ilmu ekonomi dan trading curency (Nilai Mata Uang) mempengaruhi secara fundamental nilai mata uang suatu negara. 

Sementara negara kita sepertinya tidak membuat lapangan pekerjaan kepada rakyat sebagai hal urgen yang harus selalu dipikirkan dan dibicarakan sebagaimana negara lain yang nilai mata uangnya selalu establish.

Ketiga, Membuat program pembinaan keluarga dan warga negara yang lebih baik dengan target pada perfoman dan profil warga negara indonesia. Maksudnya moralitas sosial harus dibangun dengan kesadaran bukan sebatas urgensi penindakan.

Dengan begitu negara akan hadir dalam diri warganya yang kemudian membentuk mereka menjadi warga yang tidak melakukan aktivitas inmoralitas bukan sebatas takut pada aturan negara tetapi lebih kepada pemeliharaan diri sebagai profil warga negara Indonesia yang agamis yang takut kepada Tuhan dan kesadaran menjaga dirinya.

Keempat, Membuat kebijakan yang memperhatikan secara intensif budaya terutama yang menjadikan prilakunya warga yang bernilai kebaikan dan bermoral, sehingga menimbulkan kecenderungan masyarakat untuk dipersatukan dalam persepsi tersebut sehingga masyarakat sendiri dapat menerapkan hukum-hukum adat yang tidak perlu menjadikan negara melakukan pemerintah secara sepihak dengan aturan hukum yang berlaku sentralisme.

Kelima, Pemerintah harus mendorong semacam kompetisi pemeliharaan budaya yang mengetengahkan moralitas dengan memberi penghargaan dan hadiah-hadiah yang menarik untuk masyarakatnya sehingga timbul kebersamaan dalam memberi perhatian untuk menjaga dan merawat budaya dimaksud.

Banyak cara yang bisa dilakukan pemerintah untuk membangun moralitas sosial sehingga pemerintah tidak salah kaprah dalam membuat kebijakan yang menghadapkan kemajuan teknology dan prilaku negatif sebahagian penggunanya. 

Apalagi pemerintah memiliki semua perlatan yang mendukung untuk membangun kebijakan publik yang secara perlahan dapat menjadi peradaban manusia Indonesia, semoga!!!

Penulis adalah Pemerhati Sosial dan Politik Berdomisili di Aceh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun