Mohon tunggu...
Talitha Natha Fathinah P
Talitha Natha Fathinah P Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi - Digital Komunikasi - Universitas Mercu Buana

Nama: Talitha Natha Fathinah Pulungan NIM: 44523010084 Jurusan: Digital Komunikasi Mata Kuliah: PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DAN ETIK UMB Dosen Pengampu: Prof.Dr. Apollo , Ak , M. Si. Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 2_Diskursus Edwin Sutherland dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

15 Desember 2023   07:38 Diperbarui: 15 Desember 2023   10:13 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Canva by Talitha Natha
Canva by Talitha Natha

Perspektif Teori Lain

Selain Sutherland, perspektif lain untuk menganalisis penyebab korupsi di Indonesia dikemukakan Cesare Beccaria dalam teori Rasionalisme. Menurut Beccaria, manusia dimotivasi oleh kemauan untuk menghindari rasa sakit dan mendapatkan kesenangan. Oleh karena itu, korupsi dilakukan pelakunya semata demi keuntungan pribadi karena kesempatan untuk itu tersedia. Dengan kata lain korupsi yang begitu menggoda tanpa hukuman dan sanksi yang berarti akan mendorong siapapun untuk korupsi demi keuntungan pribadi.  

Sementara Robert Merton dalam Teori Anomie  mengatakan korupsi sebagai bentuk penyimpangan yang disebabkan karena ada kesenjangan antara kemampuan/alat yang dimiliki individu untuk mencapai tujuan (kesejahteraan) yang sudah ditetapkan oleh  masyarakat. Karena terbatasnya akses pada cara-cara legal/formal untuk meraih kesuksesan sosial, maka individu didorong untuk melakukan tindakan penyimpangan seperi korupsi.

Nilai dan Moralitas Jawa
Merujuk pada sistem simbolik dan nilai-nilai tradisional dari budaya Jawa sebagaimana digambarkan dalam Serat Centhini, Suluk, maupun teks-teks tradisional lainnya, sungguh tidak terdapat pembenaran bagi perbuatan tercela seperti korupsi. Bahkan ada istilah Jawa, Sundul Unti Therek Kang Temon-Temon, yang merujuk pada sindiran untuk kaum elit politik atau pejabat yang senang melakukan penyimpangan.

Kutipan dari Serat Wedhatama misalnya:
"Lamun ing tyas anglakoni lepat, jumbuhing karsa miwah luhuring budi... Wruha ing lathi, rineka lena suci..."
Jelas bahwa nilai-nilai moral budi luhur sangat dijunjung tinggi dalam budaya Jawa, sejalan dengan nilai moral agama-agama. Tindakan korup adalah bentuk pelanggaran nilai tersebut.

Konsep "Memayu Hayuning Bawono"
Memayu hayuning bawono adalah salah satu konsep filsafat Jawa yang artinya "memperindah keindahan dunia". Konsep ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dan keselarasan alam semesta. Manusia memiliki tanggung jawab untuk memayu hayuning bawono yakni memperindah dunia dengan berperilaku baik, bijaksana, dan selaras dengan alam.

Menurut antropolog Clifford Geertz, orang Jawa meyakini bahwa dunia beserta segala isinya diciptakan dalam keadaan tertata rapi, proporsional, dan penuh keteraturan. Ketika manusia berperilaku serakah atau tamak, maka keseimbangan itu terganggu. Oleh sebab itu manusia harus selalu berupaya menjaga keselarasan dengan alam.

Sementara menurut Koentjaraningrat, paham keseimbangan alam dan "memayu hayuning bawono" bagi orang Jawa berakar dari pandangan hidup agraris mereka. Petani sangat bergantung pada keselarasan alam dan lingkungannya agar panen dapat berhasil. Jika terjadi bencana alam atau perilaku manusia yang mengganggu keseimbangan, hasil panen akan gagal.

Konsep ini relevan diterapkan dalam upaya pencegahan perilaku korupsi yang sudah sangat merusak tatanan sosial dan pembangunan di Indonesia. Praktik korupsi yang merajalela dapat dianalogikan seperti perilaku serakah dan tamak yang mengganggu keseimbangan masyarakat dan negara.

Oleh karena itu, pemahaman akan konsep "memayu hayuning bawono" dan keseimbangan alam perlu ditanamkan sejak dini agar terbentuk kesadaran kolektif bahwa perilaku korupsi itu destruktif dan mengganggu keharmonisan tatanan sosial. Sama halnya seperti bencana alam atau wabah penyakit yang mengancam panen dan kehidupan petani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun