"Wah, tega lu ya. Orang mana yang gak mau nolongin sahabatnya, apalagi di saat -- saat genting ini. Atau... lu udah gak sahabatan ya sama gue?" ucap Andre dengan raut memelas.
"Bukan gitu ndre. Justru aku kayak gini untuk kebaikanmu. Kalo aku ngasih kamu contekan nanti nilaimu gak berkah, ndre. Terus pas kamu udah besar nanti, kamu jadi kebiasaan nyontek ndre," ucapku padanya.
"Terus lu mau gua jadi gak lulus karena nilai gua jelek? Percayalah, nu. Di zaman sekarang nilai lebih dibutuhkan daripada kejujuran," bantahnya.
"Ck, terserah lah. Aku udah ngingatin ke kamu. Gak bakalan sukses kalo kerja gak jujur!" ucapku.
Dengan terpaksa, aku memberi lembar ujianku kepada Andre untuk diconteknya. Namun sebelum itu, ternyata pengawas sudah ada tepat dibelakang, dan langsung menyita kertas ujian kami. Sepertinya dia sudah menyimak pembicaraan kami daritadi.
"Hebat ya kalian, sudah ujian akhir masih saja berani menyontek. Ikut saya ke ruang kepala sekolah, SEKARANG!" marah pengawas.
Kami tak punya pilihan apapun selain ikut pengawas ke ruang kepala sekolah. Tiba di sana, terlihat bapak kepala sekolah yang sedang menulis surat yang cukup rumit kelihatannya. Aku dan Andre duduk menghadap bapak itu, dia segera berhenti menulis dan bertanya pada pengawas, apa alasannya menggiring kami ke sini.
"Ada masalah apa ya buk?" tanya bapak itu kepada pengawas.
"Ini pak, dua anak ini tertangkap basah sedang menyontek" jawabnya.
"Oh, begitu ya. Baiklah" singkat bapak itu
Pengawas itu pergi dari ruang dan bapak kepala sekolah mulai menginterogasi kami.