Tentang Ibu dan Mimpinya
"Saat hidupmu bahagia, ibumu tidak pernah meminta bagian dari kebahagiaanmu, tapi saat kamu terluka, ibumu selalu datang untuk menerima dan menanggung bagian dari lukamu itu."
Di balik senyum lembut dan pelukan hangat seorang ibu, tersimpan mimpi yang terus ia jaga tapi sering terlupa karena kesibukan mengurus keluarga. Ibu menutur cerita tanpa suara, punya harapan sederhana namun penuh makna, seperti anak-anak yang bahagia, rumah penuh tawa, atau menikmati teh dan pisang goreng di sore hari tanpa beban di kepala. Di dalam mimpinya, cinta tulus menjadi samudera luas yang merangkul setiap hati dengan penuh kasih sayang. Meski waktu kerap mencuri kesempatan bermimpi, diamnya hati ibu menyimpan goresan-goresan harapan, yang menjadi pelangi kebahagiaan bagi keluarganya.
Apakah kita pernah bertanya kepada ibu tentang impian masa lalunya yang mungkin terpendam dalam kenangan? Mungkin ia ingin menjadi pendidik yang visioner, penulis yang berbakat, artis yang kreatif, atau aktivis sosial yang berpengaruh. Tapi hidup membawanya jadi pilar keluarga. Mimpi itu tak pernah hilang. Saat menjahit atau memasak, impian masa lalunya kembali hadir, ia membayangkan diri sebagai sosok yang menginspirasi banyak orang, baik melalui pendidikan, karya tulis, seni, atau gerakan sosial. Harapannya bersemayam dalam kesabaran, menunggu waktu untuk menjadi kenyataan.
Ibu sering menjadikan cita-cita anak sebagai mimpinya sendiri. Ia rela menunda keinginan demi anaknya meraih tujuan. Dalam doa malam dan sembah sujud, ia memohon jalan terbaik untuk buah hatinya, meski itu berarti mengorbankan segala hasratnya. Di balik pengorbanan, kekuatan diam-diam mengukir kesabaran yang tak terlupakan. Ibu layaknya arsitek mimpi, membangun fondasi kuat dengan kerja keras dan air mata untuk generasi berikutnya. Keberhasilan anak adalah puncak kebahagiaan yang menjadi kemenangan terbesar dan abadi bagi ibu.
Kadang ibu menemukan kembali mimpinya di usia matang. Saat anak mulai tinggalkan sarang, ia menatap cermin dan bertanya, "Apa lagi yang bisa kucapai? Apa lagi yang menantiku?" "Apa lagi yang bisa kuperjuangkan? Apa lagi yang bisa kujadikan kenyataan?" Ia mungkin mulai menulis catatan-catatan kecil yang penuh nyawa, belajar melukis dengan bebas, atau buka usaha kecil yang tadinya cuma bayang-bayang angan. Mimpinya tumbuh subur, mekar dalam nuansa warna dan keberanian yang menyala-nyala. Ibu mengajarkan bahwa tak ada kata terlambat untuk bermimpi, karena semangat menjadi penerang dalam tiap-tiap langkah.
Mimpi ibu adalah mahakarya tak terlihat yang memperindah hidup kita. Ia jarang ungkapkan mimpinya, tapi setiap tindakan, dari siapkan sarapan pagi hingga selimuti kita di malam hari, mencerminkan harapan untuk dunia lebih baik bagi keluarga. Mimpinya menjelma warisan berharga, yang mengalirkan nilai positif, keberanian yang tak tergoyahkan, dan cinta yang tak terbilang. Saat kita kejar cita-cita, ingatlah ibu, yang mimpinya memberi kita sayap untuk terbang. "Bu, aku penasaran, benarkah obat dari tenang adalah mempercayai takdir Tuhan selalu baik? Aku hanya ingin tahu saja dan tidak bermaksud apa-apa."
Ibu terlalu istimewa, untuk diceritakan secara sederhana. Misal, kita tumbuh, lalu pergi, ibu tetap di tungku, dengan punggung yang semakin renta, tapi doa-doanya tak pernah kehilangan arah untuk kita. Untuk ibuku yang hebat, kuat, dan sabar, yang sudah melahirkan serta merawatku hingga kini. Maaf, bu, karena aku belum bisa membuatmu tersenyum bangga dengan pencapaianku. Maaf juga atas semua airmata yang kau teteskan karena kesalahan-kesalahanku. Ibu, terima kasih untuk setiap kebahagiaan yang luar biasa ibu ciptakan untukku dan keluarga. Usaha dan cinta yang tanpa pamrih itu sangat berarti bagi kami.
Paji Hajju
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI