Mohon tunggu...
Syarwan Edy
Syarwan Edy Mohon Tunggu... Pemelajar

Membaca akan membantumu menemukan dirimu.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Survive and Thrive: Menghadapi Tantangan Pengangguran di Era Modern

8 Mei 2025   18:46 Diperbarui: 8 Mei 2025   18:46 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dan pemerintah masih sibuk menata narasi, bukan solusi (dok. Aditya Warman)

Survival Guide: Menghadapi Era Tantangan Kerja dan Pengangguran

"Jumlah penganggur di Indonesia naik menjadi 7,28 juta orang per Februari 2025, bertambah sekitar 83.000 orang dibandingkan tahun sebelumnya."

Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini melaporkan bahwa angka pengangguran di Indonesia pada Februari 2025 mengalami peningkatan. Dengan tambahan sekitar 83 ribu orang, persentasenya mencapai 1,11 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan ini tentunya menjadi perhatian, mengingat dampaknya yang luas terhadap masyarakat dan ekonomi.

Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa kenaikan jumlah pengangguran sejalan dengan bertambahnya angkatan kerja yang mencapai 3,67 juta orang. Total angkatan kerja kini berjumlah 153,05 juta orang, yang mencakup individu yang sudah bekerja maupun yang masih mencari pekerjaan. Ini menunjukkan adanya dinamika dalam pasar tenaga kerja yang perlu ditangani.

Dari total angkatan kerja, tidak semua individu terserap di pasar kerja. Amalia mencatat bahwa terdapat 7,28 juta orang yang masih menganggur. Angka ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai untuk warganya.

Di sisi lain, data BPS juga menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang bekerja meningkat sebanyak 3,59 juta orang, mencapai 145,77 juta. Penambahan ini terutama berasal dari pekerja penuh yang mencapai 96,48 juta orang. Peningkatan ini memberikan harapan, meskipun masih ada tantangan di sektor pengangguran.

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) secara nasional mengalami penurunan tipis menjadi 4,76 persen. Namun, peningkatan TPT pada laki-laki menunjukkan bahwa ada faktor-faktor tertentu yang memengaruhi pasar kerja yang perlu diteliti lebih lanjut.

Salah satu fenomena yang menarik perhatian adalah kenaikan proporsi pekerja informal, yang kini mencapai 86,58 juta orang atau 59,40 persen dari total penduduk bekerja. Kenaikan ini didorong oleh bertambahnya penduduk yang berusaha, terutama di sektor informal yang lebih fleksibel.

BPS mengategorikan pekerja ke dalam sektor formal dan informal. Pekerja formal termasuk mereka yang memiliki status pekerjaan tetap dan dibayar, sedangkan sektor informal meliputi pekerja mandiri dan buruh tidak tetap. Kategorisasi ini penting untuk memahami dinamika pasar kerja yang ada.

Amalia menyoroti bahwa kenaikan pekerja informal sebagian besar didorong oleh peningkatan partisipasi perempuan dalam sektor perdagangan eceran makanan dan penyediaan jasa. Hal ini menunjukkan perubahan positif dalam peran perempuan di dunia kerja.

Meskipun ada peningkatan jumlah pekerja, BPS mencatat bahwa pekerja formal menurun menjadi 59,19 juta orang. Penurunan ini sebesar 0,23 persen dibandingkan tahun lalu, menciptakan kekhawatiran akan keberlangsungan lapangan kerja di sektor formal.

BPS melaporkan bahwa rata-rata upah buruh pada Februari 2025 sebesar Rp3,09 juta, mengalami pertumbuhan 1,78 persen dari tahun lalu. Namun, disparitas upah antara laki-laki dan perempuan masih mencolok, yang menunjukkan ketidaksetaraan gender di pasar kerja.

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) juga menjadi sorotan. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat peningkatan signifikan jumlah PHK di awal tahun 2025, menambah beban pengangguran di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu.

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, mengungkapkan bahwa tingkat pengangguran tertinggi terjadi pada lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Fenomena ini menunjukkan adanya mismatch antara pendidikan dan kebutuhan pasar kerja.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah meluncurkan program "School to Work Transition" yang bertujuan untuk menekan angka pengangguran di kalangan muda. Program ini diharapkan dapat mengintegrasikan pelatihan dan pemagangan bagi lulusan SMK.

Yassierli juga menginginkan agar Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja dapat membantu dalam penciptaan lapangan kerja baru, bukan hanya fokus pada masalah PHK. Ini menunjukkan bahwa pendekatan yang komprehensif diperlukan dalam menangani isu ketenagakerjaan.

Bertahan Hidup di Era Banyaknya Pengangguran, Bagaimana Caranya?

Di era globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat, kita sering mendengar berita tentang meningkatnya angka pengangguran. Banyak faktor yang berkontribusi pada situasi ini, mulai dari otomatisasi pekerjaan hingga perubahan dalam industri. Namun, di tengah tantangan ini, ada sejumlah strategi yang dapat diterapkan untuk bertahan dan bahkan berkembang.

Pertama-tama, penting untuk mengembangkan keterampilan baru yang relevan dengan kebutuhan pasar. Pendidikan dan pelatihan keterampilan menjadi kunci untuk meningkatkan daya saing. Mengikuti kursus online, seminar, atau pelatihan di bidang yang sedang tren dapat membuka peluang baru. Keterampilan digital, misalnya, kini menjadi sangat dibutuhkan di hampir semua sektor.

Selanjutnya, jaringan atau networking menjadi elemen penting dalam mencari pekerjaan. Bergabung dengan komunitas profesional, menghadiri acara industri, atau menggunakan platform seperti LinkedIn dapat membantu memperluas koneksi. Melalui jaringan ini, kita bisa mendapatkan informasi tentang lowongan pekerjaan, peluang kolaborasi, atau bahkan mentor yang bisa memberikan bimbingan.

Selain itu, fleksibilitas dalam mencari pekerjaan juga sangat penting. Mungkin kita harus mempertimbangkan untuk bekerja di bidang yang berbeda dari latar belakang pendidikan kita. Banyak orang menemukan kesuksesan dalam karier yang tidak mereka duga sebelumnya. Terbukalah untuk peluang-peluang yang mungkin tidak sesuai dengan rencana awal, tetapi tetap memberikan keuntungan.

Kewirausahaan juga menjadi alternatif yang menarik di tengah tingginya angka pengangguran. Dengan modal yang relatif kecil, kita bisa memulai usaha sendiri. Kreativitas dan inovasi menjadi aset berharga dalam menciptakan produk atau layanan yang dibutuhkan masyarakat. Banyak contoh sukses dari individu yang memulai usaha kecil dan akhirnya berkembang menjadi bisnis yang menguntungkan.

Terakhir, penting untuk menjaga kesehatan mental dan fisik. Situasi pengangguran bisa sangat menekan, sehingga menjaga keseimbangan hidup adalah hal yang krusial. Berolahraga, meditasi, atau meluangkan waktu untuk hobi dapat membantu mengurangi stres. Dengan kondisi mental yang baik, kita akan lebih siap menghadapi tantangan dan mencari peluang baru.

Dengan menerapkan strategi-strategi ini, kita bisa bertahan hidup dan bahkan berkembang di era yang penuh tantangan ini. Meskipun situasi mungkin tampak suram, ada banyak jalan menuju kesuksesan jika kita mau beradaptasi dan berinovasi.

Dalam menghadapi tantangan pengangguran yang meningkat, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, sektor industri, dan masyarakat. Hanya dengan kerja sama yang efektif kita dapat menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Paji Hajju

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun