Komunitas adat harus punya suara dan kuasa untuk menentukan cerita mana yang boleh diangkat, bagaimana cara mengemasnya, dan siapa yang berhak menyebarkannya.
2. Kolaborasi Multi-Pihak
Produksi konten harus melibatkan jurnalis, kreator digital, antropolog, dan tentu saja---komunitas lokal sebagai narasumber utama. Bukan konten yang "tentang mereka", tetapi konten yang "dibuat bersama mereka."
3. Infrastruktur Digital di Daerah
Jangan hanya buat konten dari Jakarta. Bantu komunitas Pandai Sikek membangun studio kecil, pelatihan media sosial, dan koneksi Wi-Fi yang stabil. Narasi lokal paling kuat justru jika diceritakan oleh pelakunya sendiri.
Dari Kain ke Konten, dari Warisan ke Wawasan
Ketika cerita rakyat hanya hidup dari mulut ke mulut, ia bisa hilang. Tapi ketika narasi lokal dikemas cerdas dalam konten digital yang bermakna, ia bisa melanglang dunia---menyentuh audiens global tanpa kehilangan akarnya.
Songket Pandai Sikek adalah contoh sempurna. Bukan hanya sebagai produk, tapi sebagai sumber cerita yang kuat, unik, dan kaya nilai. Tinggal bagaimana kita memilih: menjadikannya pajangan di etalase oleh-oleh, atau menyulapnya menjadi kisah lintas layar dan lintas zaman.
Karena dunia tidak kekurangan konten. Yang dicari adalah konten yang punya jiwa. Dan songket kita, punya itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI