Penenun senior menjadi mentor resmi bagi anak muda yang ingin belajar.
- Setiap orang yang menyelesaikan pelatihan diberikan sertifikasi tradisi yang dikeluarkan oleh komunitas adat dan lembaga budaya.
- Ini bukan hanya menjaga kualitas, tapi juga menjaga kehormatan warisan.
4. Pelibatan Diaspora Pandai Sikek
Anak-anak muda yang sudah keluar dari nagari untuk belajar atau bekerja bisa tetap dilibatkan dalam pelestarian, misalnya:
- Menjadi duta budaya digital,
- Menjual songket lewat marketplace,
- Membuat konten kreatif tentang filosofi songket.
Dengan begitu, keterlibatan tidak harus berarti "kembali ke desa", tapi bisa bermakna "membawa desa ke dunia".
5. Skema Insentif Ekonomi dan Branding Autentik
Pemerintah daerah dan lembaga swasta bisa menciptakan brand kolektif yang menjamin bahwa songket dibuat dengan teknik asli dan bermakna budaya.
- Produk seperti ini bisa dijual dengan nilai premium,
- Sambil memberi royalti pada komunitas pembuatnya.
Tradisi: Milik Bersama, Tapi Akar Harus Diakui
Kita harus mulai memahami bahwa tradisi bukan monumen mati yang harus dibekukan. Ia adalah sistem hidup yang perlu dipelihara, ditafsir ulang, dan diwariskan secara cerdas. Menutup rapat warisan demi menjaga keaslian, justru bisa menjadi sebab kepunahannya.
Namun, membiarkannya bebas tanpa perlindungan juga bisa merusak makna dan akar identitasnya. Maka diperlukan kebijakan budaya yang bijak, partisipatif, dan visioner.
Jalan Tengah yang Mungkin
Masa depan songket Pandai Sikek tidak hanya terletak di tangan nenek-nenek penenun yang tersisa. Ia juga terletak di tangan anak muda---baik yang tinggal di nagari maupun yang jauh di kota besar---yang merasa bangga menjadi bagian dari cerita ini.
Tradisi bukan tentang menolak zaman. Tapi tentang membawa nilai lama dengan cara baru.
Kita bisa membuka jalan bagi generasi muda untuk peduli---asal kita juga bersedia memberi mereka ruang yang adil dan aman untuk ikut merawat dan mengembangkan warisan bersama.