Haus, kaubilang.
Lalu kucoba tawarkan diri untuk menjadi secangkir air. Namun kaubilang "tak cukup."
Besoknya, aku mencoba untuk menjadi rinaian hujan. Meski kemudian kaubilang "masih sedikit."
Lusa, aku menjelma  aliran sungai. Walau kemudian tetap kaubilang "belum."
Tulat, aku mengasingkan diriku sebagai laut. Tetapi masih kaubilang  "kurang."
Tubin, aku lelah. Kuberikan kau tawaran terakhir. Berupa seluruh debit air di muka bumi. Kau tersenyum. Tapi menggeleng.
Lalu aku menangis dan kau mulai tertawa. Ternyata yang kau mau hanyalah air mataku.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI