Guru dan kepala sekolah transparan dalam pengelolaan dana BOS atau sumbangan.
Pemerintah konsisten memberikan dukungan anggaran yang memadai, bukan malah memangkasnya.
Realitas Lapangan: Guru sebagai Jembatan
Dalam praktiknya, guru adalah aktor yang berdiri di tengah: menjembatani idealisme negara dan realitas masyarakat. Kami tidak hanya mengajar, tetapi juga menjadi penyuluh sosial, pendamai konflik keluarga, bahkan terkadang, menjadi “orang tua kedua” yang sebenarnya pertama bagi anak-anak yang diabaikan.
Jika idiom “kemitraan pendidikan” ingin benar-benar hidup, maka pemerintah dan pemangku kepentingan harus memperkuat posisi guru. Berikan pelatihan literasi sosial, dukung sekolah dengan pendampingan psikolog keluarga, dan fasilitasi forum dialog antara guru, orang tua, dan pemerintah secara rutin.
Sekolah Bukan Sekadar Tempat
Kita perlu kembali mengingatkan semua pihak bahwa sekolah bukan sekadar bangunan tempat anak belajar, tetapi ekosistem yang melibatkan banyak unsur. Tanpa dukungan rumah dan lingkungan, semangat guru di kelas bisa cepat padam.
Kami para guru tidak ingin hanya menjadi petugas kurikulum. Kami ingin menjadi mitra sejati masyarakat. Tapi kami juga berharap masyarakat tidak abai. Pendidikan bukan tanggung jawab sepihak.
Mari Kita Mulai dari Bahasa
Bahasa membentuk cara pikir. Dan cara pikir membentuk tindakan. Jika kita sepakat bahwa pendidikan harus kolaboratif, mungkin memang sudah waktunya kita berhenti memanjakan masyarakat dengan idiom “sekolah gratis” yang meninabobokan.
Mari kita mulai membangun kesadaran baru bahwa sekolah adalah ruang kemitraan. Negara hadir untuk menjamin akses dan mutu, guru hadir untuk mendidik, dan orang tua hadir sebagai penguat karakter dan semangat belajar anak-anaknya.