Bayangkan jika pendekatan ini diterapkan secara luas. Indonesia bisa menjadi tujuan investasi manufaktur global karena regulasi yang pro-bisnis. Produk-produk Indonesia menjadi lebih kompetitif di pasar ekspor karena efisiensi produksi meningkat. Industri teknologi, otomotif, hingga farmasi bisa tumbuh pesat dengan integrasi rantai pasok global.
Namun di sisi lain, ini bukan berarti kita mengorbankan industri lokal. Justru di sinilah pentingnya desain insentif yang cerdas. Pemerintah bisa memberi insentif tambahan bagi perusahaan yang membangun fasilitas produksi lokal, berinvestasi dalam R&D dalam negeri, atau melakukan transfer teknologi.
Mengapa Ini Penting?
Karena kita mengusulkan pergeseran paradigma: dari proteksionisme menuju kolaborasi strategis. Dari angka-angka semu TKDN ke realitas ekonomi global. Dari pemaksaan ke pemberdayaan. Ini bukan tentang menyerah pada pasar bebas, melainkan tentang mengatur ulang permainan agar Indonesia tak lagi jadi penonton.
Jalan Tengah yang Kuat
TKDN tidak harus dihapus, tapi perlu dirombak. Alih-alih menjadi alat pembatas, jadikan ia instrumen cerdas yang memotivasi, bukan membebani. Fleksibilitas regulasi dan pemberian insentif bukan berarti lepas tangan dari industri lokal, melainkan cara baru untuk memastikan mereka tumbuh dalam ekosistem global yang kompetitif.
Jika ingin jadi pemain utama dalam ekonomi dunia, kita tak bisa terus berdiri di tepi lapangan sambil mengukur-ukur kandungan lokal. Sudah saatnya kita bermain penuh strategi. Dengan regulasi yang realistis, Indonesia bisa menang. Dan itu dimulai dari keberanian merombak TKDN hari ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI