Mohon tunggu...
syafruddin muhtamar
syafruddin muhtamar Mohon Tunggu... Dosen - Esai dan Puisi

Menulis dan Mengajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Getar Syair yang Berdoa

19 April 2022   08:32 Diperbarui: 19 April 2022   09:27 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

GETAR SYAIR YANG BERDOA

Jemari pena menari dipermukaan gelombang meriak dielus bulan semi yang baru tiba, menuliskan sepotong puisi :

Sekarang habislah masa nostalgia

Burung-burung terbang bergerombol meninggalkan

Musim panas di jantung padang pasir


Kejayaan jazirah bulan sabit

Kembali harus tumbuh disetiap kalbu

Negeri-negeri yang sulbinya matahari memancar

Cahaya Muhammad

Cericit burung-burung zimugh akan mengantar

Badai gurun berlalu melintasi musim

Yang membeku di punggung unta

Anak-anak sungai yang kering di pundak bukit-bukit

Meliuk resah di pinggul sejarah yang pernah ada

Menunggu air hujan pengorbanan tangan-tangan

Yang menggenggam kitab suci

Padang-padang kerontang yang ditinggalkan penghuni surga

Rindu ditumbuhi pohon-pohon pengetahuan

Yang membebaskan manusia dari penjara kemunafikan

.....

Goa hira menunggu kelahiran baru

Di pusara Mustafa kelak terpatri namanya

Bayi-bayi  yang lahir dari Ka'bah Ibrahim.

Jemari hatinya bergetar di atas gelombang jiwa yang mendidih, melukis lirih sebait doa :

Pada keagunganMu kuserahkan

Bunda semesta untuk kau sucikan rahimnya

Peluh duka telah bercampur darah penantian

Dalam kelambu harapan terlilit keluh kegamangan

Jemaah Muhammad tercerai berai butir-butir tasbihnya

Disetiap sudut sejarah yang sepi

Pada kebesaranMu kuletakkan

Sejumput cinta yang masih tersisa

Setelah sekian musim awan hitam

Merampasnya di malam buta

Biji-biji keringat menggumpal memeluk bisu

Setiap ubun-ubun yang menangis

Menyusun batu-batu nostalgia masa silam

Membentuk piramida suci tempat manusia

Membasuh kusam wajahnya dengan embun zam-zam

Ilahi

Kabulkan rintih suara dari bibir yang bergetar ini

Sebab gemuruh Murkamu selalu luluh

Di hadapan Kasihmu  yang melintas

Meski itu sesaat.

Puisi dan doa menyatu dalam jemarinya menelan rindu terbakar di musim kemarau zaman yang berjalan  tak perduli. Keluh dan peluh telah terbuka lembaran-lembarannya dari relung jiwa berwarna bening air mata bayi. Kini tinggal menunggu kepak sayab Jibril pada musim yang akan tiba mengantar masa depan itu menjadi nyata di pelupuk setiap mata.

Kepada yang dijanjikan kedatangannya ia meletakkan tangan harapan. Kepada al-Mahdi, sang penolong zaman asanya disimpul kuat dari seluruh kesia-siaan yang menyelimuti ummat Muhammad akhir zaman. Zaman huru hara, asap hitam bercampur debu dan gemuruh desing peluru di medan perang, penyakit dan bencana.

Setiap musim tidak lagi datang membawa serta rahmatNYa, namun menggiring hukumanNya bagi setiap tetes dosa yang telah menghimpun menjadi samudera.

Sumber: Syafruddin (Shaff) Muhtamar, Nyanyi Lirih 1001 Malam (kumpulan puisi), Penerbit Pustaka Refleksi, 2008. Puisi ini telah mengalami pengeditan ulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun