Mohon tunggu...
Syafaatus Syarifah
Syafaatus Syarifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

student in college

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Sifat Perfeksionisme Terhadap Depresi Remaja

15 Maret 2024   22:00 Diperbarui: 15 Maret 2024   22:44 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Peters (1996), terdapat empat faktor yang menyebabkan seseorang dapat memiliki perfeksionisme. Pertama, seseorang dapat memiliki perfeksionisme dikarenakan orang tersebut memiliki harapan yang tinggi. Harapan yang tinggi tersebut dapat berasal dari diri sendiri maupun dari orang lain. 

Kedua, faktor yang menyebabkan orang memiliki perfeksionisme adalah keyakinan yang tinggi pada diri sendiri. Ketiga, lingkungan yang kompetitif juga dapat membuat orang memiliki perfeksionisme karena lingkungan yang kompetitif akan membuat orang berusaha untuk mendapatkan hasil yang paling baik dan memuaskan sehingga orang tersebut dapat mengembangkan sifat perfeksionisme. Keempat, umur mental lebih tinggi dari umur kronologis juga merupakan faktor penyebab orang memiliki perfeksionisme.

Perfeksionisme juga bisa memiliki dampak positif  yaitu menjadi jembatan perubahan yang berawal dari tidak bisa menjadi bisa, yang tidak mau menjadi mau karena keinginan untuk melakukan pekerjaan dengan sempurna dan sesuai dengan semestinya melalui proses belajar dan melakukannya berulang kali hingga mendapatkan hasil yang sesuai dengan ekspektasi yang sudah dibangun.

Namun kesempurnaan terhadap sesuatu yang dilakukan karena sikap perfeksionisme yang tinggi juga dapat menimbulkan depresi dini pada remaja. Flett,   Hewitt   dan   Heisel   (2002)   mengatakan   bahwa perfeksionis  dengan  kognisi  perfeksionisme  tingkat  tinggi  sangat  rentan  terhadap  pengaruh  negatif  dalam bentuk  depresi  tentang  kegagalan  untuk  mencapai  kesempurnaan  di  masa  lalu,  serta  dalam  bentuk kecemasan tentang kemungkinan gagal mencapai kesempurnaan di masa depan. 

Depresi merupakan gangguan yang terutama ditandai oleh kondisi emosi sedih dan muram serta terkait dengan gejala-gejala kognitif, fisik, dan interpersonal (APA, 1994). Masalah  psikologis  yang  terkait  dengan socially  prescribed  perfectionism  antara  lain  kemunculan  distres  psikologis  termasuk  di  dalamnya  depresi dan kecemasan (Flett, Hewitt, & Heisel, 2002; O'Connor, O'Connor, & Marshall, 2007). 

Depresi menjadi sesuatu yang berbahaya karena apabila tidak diatasi maka akan terjadi gangguan terhadap mental seseorang. Gangguan mental pada remaja akan membuat dia sulit untuk mengontrol dirinya dan tidak menuntut kemungkinan akan melakukan hal yang tidak terduga sebab remaja juga termasuk manusia yang memiliki kecenderungan untuk nekad melakukan sesuatu yang dia anggap benar.


Maka remaja yang mencoba untuk terlihat memiliki kemampuan di atas rata-rata dengan mencoba segala hal untuk terlihat multitalent demi sebuah validasi masyarakat dapat memicu terjadinya depresi akibat tingginya ekspektasi untuk mencapai kesempurnaan terhadap dirinya dan masyarakat. Dalam kasus ini bukan berarti hal tersebut tidak dapat dihindari atau dicegah. Remaja harus membangun tendensi dalam dirinya agar terbentuk pola yang dapat mengubah mindset mengenai kesempurnaan diri.

Remaja yang masih memiliki sifat ragu memerlukan adanya petunjuk untuk mengubah pikirannya menuju pembentukan self efficacy yang sesuai dan terbaik untuk dirinya. Hal ini dapat dilakukan dengan membantu remaja menemukan jalannya lewat pengolahan pikiran dengan menunjukkan bakat yang sesuai dan dikuasai dengan baik, tanpa harus mencoba segala hal atau kegiatan yang dapat memicu bercabangnya pikiran karena banyak tuntutan pekerjaan dengan bidang-bidang yang berbeda. 

Selanjutnya remaja juga bisa membuat dirinya memilih hal yang paling digemari tanpa harus memilih semuanya, ini bisa menjadi permulaan untuk menemukan bakat dan keterampilan pada diri sendiri dan mengenali sesuatu yang ada pada dirinya, hal ini juga bisa menjadi tonggak untuk seorang remaja menemukan jati dirinya pada bidang tertentu. 

Selain itu hal yang bisa remaja lakukan adalah mengenali potensi diri agar tau kemampuan seperti apa yang dia miliki, mencoba untuk menerima kegagalan dan membiasakan diri terhadap kesalahan yang diperbuat hal ini akan menguatkan dirinya dan mengurangi rasa obsesi terhadap kesempurnaan pekerjaan yang dilakukan oleh diri sendiri.

Apabila remaja telah berada pada tahap awal stres atau merasa depresi karena tekanan kesempurnaan pekerjaan yang ia lakukan maka coping stress yang bisa dia lakukan adalah dengan melepas pekerjaan untuk sementara waktu dan membiarkan dirinya beristirahat dengan melihat sekeliling. Waiten dan Lloyd (Yusuf, 2011) mengemukakan koping merupakan upaya-upaya untuk mengatasi, mengurangi atau mentoleransi ancaman yang membebani perasaan karena stress. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun