Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara di balik tirai
Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu - bukan giliranku
Mati hari - bukan kawanku
(Dalam Nyanyi Sunyi, 1941)
Sebelumnya, kita perlu mengetahui dulu apa itu definisi Sufisme. Dalam pengantar bagi buku kumpulan puisi sufistik berjudul Islamic Mystical Poetry (Penguin, 2019), Mahmood Jamal dengan jernih memberikan definisi Sufisme, yaitu Jalan Cinta di mana jiwa manusia mencari Tuhan dan, jika Rahmat Tuhan diberikan kepada sang penempuh jalan (salik), di mana sang salik akan mencapai fana (pelenyapan, annihilation) di dalam Tuhan dan juga baqa atau eksistensi abadi di dalam Kesadaran Ilahi.Â
Namun, hanya para orang suci (auliya) dan segelintir orang terpilih yang bisa mencapai kedudukan (maqam) tersebut. Jadi, kehidupan abadi sempurna (semacam baqa) hanya bisa dicapai terlebih dulu lewat pelenyapan dirinya.Â
Kita bisa saja menafsirkan Padamu Jua sebagai puisi sufistik karena larik 'Habis kikis/segala cintaku hilang terbang/Pulang kembali aku padamu' dalam bait pertama dapat diibaratkan sebagai kondisi fana atau pelenyapan untuk kemudian menuju pulang kepada Tuhan (baqa). Apalagi kata 'seperti dahulu' mengesankan perjanjian asali antara manusia sebelum dilahirkan dan Tuhannya.