Kedua langkah praktis satyagraha ini terbukti punya dampak langsung signifikan bagi perubahan sosial politik. Misalnya, Gandhi pernah membuat pemerintah Inggris membatalkan kebijakannya memajaki garam pada 1931. Caranya, Gandhi dan rakyat India pengagumnya menolak membayar pajak itu. Juga, menunjukkan ketidakpatuhan itu secara lebih jauh dengan unjuk rasa berjalan kaki ratusan kilometer. Alhasil, pemerintah Inggris gentar melihat aksi besar-besaran tersebut dan mengurungkan niatnya memajaki garam.
Namun, memang tidaklah mudah mencangkokkan mentah-mentah ajaran Gandhi serta kesuksesannya untuk Indonesia. Sebab, ada satu syarat yang perlu kita penuhi di sini untuk membuat ajaran satyagraha membekaskan dampak politis signifikan.
Syarat itu berupa kenyataan bahwa pengamalan aspek praktis-politis satyagraha memerlukan keteladanan dari satu atau sejumlah sosok tokoh dan guru bangsa yang berintegritas. Bahkan, satu figur saja sebenarnya sudah cukup, sebagaimana terhimpun pada diri Gandhi di India atau pada diri Martin Luther King ketika memelopori persamaan hak bagi kulit hitam di Amerika Serikat.
Kepeloporan tokoh bangsa diperlukan untuk memberikan gaung besar bagi gerakan civil disobedience. Jika yang memeloporinya orang biasa-biasa saja, gerakan itu sulit membekaskan dampak (magnitude) apa pun. Memang ada contoh aksi ibu rumah tangga biasa Rosa Parks di AS yang menolak kebijakan segregasi tempat bus terpisah antara kulit hitam dan kulit putih pada 1955. Namun, tetap saja aksi menolak pindah duduk (sit-in) itu baru meluas dampaknya sesudah diamplifikasi oleh Martin Luther King.
Akhirul kalam, janganlah kita berhasrat menggerakkan aksi-aksi bermotif anarkistis yang berisiko melahirkan tragedi kelam bagi anak bangsa. Berbekal konteks hari raya Nyepi saat ini, bukankah lebih baik bagi kita untuk memoderasi (melunakkan) hasrat revolusioner itu menjadi civil disobedience dan unjuk rasa damai ala Gandhi dan Thoreau?
Problemnya, kita tentu harus mencari sosok-sosok inspiratif untuk melakukan civil disobedience dan memberikan pressure pada pemerintah untuk memperbaiki negara ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI