Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Belajar Memacu Kreativitas dari 5 Aforisme Filsuf Heraklitos

14 Februari 2025   09:49 Diperbarui: 14 Februari 2025   09:49 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Asyiknya mempelajari filsafat adalah tidak ada karya pemikiran yang sepenuhnya usang, meskipun karya itu sudah berumur ribuan tahun lamanya. Bahkan kita bisa mendapatkan tilikan wawasan (insight) baru dari karya-karya semacam itu. Sebab, karya-karya filsafat tersebut merupakan hasil olah pikir para filsuf dalam upaya mencari kebijaksanaan universal. Sehingga, pemikiran yang dihasilkan pastilah ada yang beresonansi dengan situasi-situasi umat manusia di zaman apa pun.

Heraklitos atau Heraclitus adalah salah satu filsuf semacam itu, tempat kita bisa menimba banyak inspirasi untuk memantik kreativitas. Filsuf Yunani yang hidup sekitar 500 SM dan hampir sezaman dengan Lao-Tzu, Konfusius, dan Siddharta Gautama ini terkenal dengan aforisme-aforisme singkat namun padat makna. Salah satunya yang terkenal adalah pantha rei yang artinya segala sesuatu mengalir. Aforisma ini ingin mengajari pembacanya dengan kebijaksanaan bahwa perubahan itu niscaya.

Di luar itu, ada banyak sekali aforisme atau kutipan singkat Heraklitos yang bisa membantu kita mengembangkan diri maupun kreativitas kita. Saya pilihkan lima di antaranya (aforisme-aforisme singkat diambil dari buku Expect the Unexpected karya Roger von Oech, terbitan Free Press, 2001).

1. Semesta berbicara dalam pola. Kita bisa mengartikan ini sebagai ajakan bagi manusia untuk berpikir ilmiah dan mencari keteraturan serta hukum-hukum universal di dalam alam semesta.

2. Keselarasan yang indah akan tercipta ketika kita menggabungkan hal-hal yang terkesan tidak berhubungan. Ini adalah kutipan luar biasa. Berdasarkan bacaan saya, ada dua buku manajemen kontemporer yang menggemakan aforisme ini. Pertama, buku W Chan Kim dan Renee Maurbogne berjudul Blue Ocean Strategy yang sempat saya terjemahkan untuk penerbit Serambi (2005). Inti buku ini adalah perusahaan jangan bersaing di pasar penuh sesak yang berdarah-darah ala samudra merah. Sebaliknya, ciptakan pasar baru secara inovatif ala samudra biru yang damai dengan memperluas batasan-batasan industri yang ada dan menggabungkan elemen-elemen yang berbeda untuk membuat produk inovatif. Cirque de Soleil menjadi salah satu contoh samudra biru karena produk sirkus ini mampu menggabungkan elemen atraksi dengan narasi ala teater. Buku kedua adalah Medici Effect (terjemahan Serambi, 2007) karya Frans Johansson. Menurut Johansson, abad ke-21 adalah eranya pemikiran titik-temu (intersectional) di mana pertemuan dari berbagai arus pemikiran gemilang akan bermuara pada satu cetusan inovasi yang luar biasa. Oleh sebab itu, pusat industri kreatif sebaiknya terdiri dari industri-industri yang mempekerjakan SDM dari beragam ilmu demi tercapainya titik-temu inovasi dahsyat.  

3. Jika segala sesuatu berubah menjadi asap, hidung pun akan menjadi organ untuk memahaminya. Maksudnya adalah ketika terjadi perubahan, diri kita pun harus beradaptasi guna merespons perubahan secara proporsional. Dalam bahasa manajemen saat ini, individu ataupun perusahaan harus menjadi agile (tangkas) dan adaptif.

4. Dokter menginduksi rasa sakit demi menyembuhkan penderitaan atau penyakit. Salah satu tafsir atau pelajaran dari aforisme ini adalah masalah atau rasa sakit itu kadang diperlukan bagi kita untuk bertumbuh. Dipetakan dalam konteks sekarang, seseorang atau suatu perusahaan dituntut untuk tidak hanya memiliki kecerdasan kognitif (intelligence ) dan kecerdasan emosional (emotional intelligence or quotient), tapi juga kecerdasan menghadapi masalah (adversity quotient).

5. Mengetahui banyak hal bukan berarti kita kaya wawasan atau kaya kebijaksanaan. Pelajaran penting dari sini adalah jangan menjadikan diri sebagai penghafal fakta atau pengingat informasi semata. Sebab, hal ini akan mudah digantikan atau dikerjakan oleh teknologi seperti artificial intelligence (AI).  Namun, sikapi dan refleksikan secara kritis segala fakta atau informasi yang kita punya. Sejauh ini, kemampuan reflektif itulah yang belum bisa dilakukan secara optimal oleh teknologi AI.

Kita lihat sudah banyak pelajaran yang kita dapat di era sekarang hanya dari lima aforisme Heraklitos. Insya Allah akan saya lanjutkan dengan aforisme-aforisme lain pada kesempatan yang berbeda. Salam sukses dan sehat selalu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun