Mohon tunggu...
LCN Dua Tujuh Delapan
LCN Dua Tujuh Delapan Mohon Tunggu... Editor - Editor yang haus pengetahuan

Soar to the sun crossing the sea

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pembangunan Kekuatan TNI Demi "NKRI Harga Mati"

6 Juni 2021   03:14 Diperbarui: 6 Juni 2021   14:36 1527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Program peremajaan Alutsista diupayakan tidak akan membebani keuangan negara yang sedang fokus dalam kegiatan pemulihan ekonomi karena dampak pandemik Covid-19. 

Oleh karena itu perencanaan penganggaran dan pengadaan disesuaikan dengan kemampuan negara selama 25 tahun sampai dengan tahun 2045. Karena pada tahun tersebut Indonesia diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi 5 besar Dunia serta akan menjadi negara maju. 

Sangatlah wajar dan bukan hal yang aneh apabila negara maju harus memiliki kekuatan militer yang mumpuni dan disegani, karena berkat kiprah pasukan penjaga perdamaian PBB dari Indonesia serta peranan aktif dalam menggelar operasi militer pemulihan Perdamaian, maka PBB mengangkat Indonesia menjadi Anggota Dewan Tidak Tetap PBB, yang memiliki pengaruh positif dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan mendorong terwujudnya perdamaian dunia. (sumber : https://setkab.go.id/). 

Tentu dengan adanya pengaruh positif ini akan berdampak potensial terhadap kebijakan Luar Negeri serta kiprah Indonesia dalam membawa kepentingan bangsa negara serta pengaruhnya di kawasan regional dan global (Detterence and Coercive Power). 

Program Peremajaan Alutsista TNI yang direncanakan selama 25 tahun adalah sebesar Rp.1,7 ribu Trilliun (1,7 Kuadrilliun) yang meliputi peremajaan pesawat tempur Matra TNI AU yang sudah memasuki usia Operasional 30 tahun, kapal selam, Kapal Fregate Matra TNI AL yang berumur lebih dari 30 tahun , serta perkuatan alpahan, rudal balistik dan perlindungan wilayah teritorial matra TNI AD. 

Program jangka panjang ini sudah mencakup tentang biaya pengadaan, biaya perawatan dan dukungan logistik selama 25 tahun perencanaan Operasional yang disebut Life Cycle Cost (LCC) dan Integrated Logistic Support (ILS) nya. 

Sehingga dipastikan dan direncanakan secara matang serta komprehensif pemenuhan perawatan, dukungan spare part, biaya operasional, serta kebutuhan amunisi sampai dengan jangka waktu operasional selama 25 tahun sudah masuk dalam penganggarannya. 

Harapannya adalah kesiapan Operational Readiness Measure (ORM) dalam melaksanakan tugas menjaga kedaulatan negara serta kesiapan tempur selama 25 tahun akan tetap terjaga dengan kesiapsiagaan yang tinggi. 

Jika kita hitung kembali, bahwa nilai 1,7 kuadrilliun dibagi 25 tahun praktis hanya sebesar Rp 71,4 trilliun rupiah per tahunnya. Jika dibandingkan dengan PDB Indonesia tahun 2020 yang sebesar Rp15.434,2 triliun dan PDB per kapita mencapai Rp56,9 Juta atau US$3.911,7 praktis nilai per tahunnya hanya 0,46 persen saja. Dipastikan bahwa kebijakan pemerintah dalam perencanaan modernisasi alutsista sangat tidak membebani negara. (Sumber :https://www.republika.co.id/)

Bahkan, proses pengadaan nya pun dalam kontrak kerja yang nanti akan dibuat dengan negara produsen akan mencantumkan klausul sesuai dengan UU 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan yang menjelaskan bahwa Industri Pertahanan adalah industri nasional yang terdiri atas badan usaha milik negara dan badan usaha milik swasta baik secara sendiri maupun berkelompok yang ditetapkan oleh pemerintah untuk sebagian atau seluruhnya menghasilkan alat peralatan pertahanan dan keamanan, jasa pemeliharaan untuk memenuhi kepentingan strategis di bidang pertahanan dan keamanan yang berlokasi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang mewajibkan pembangunan alutsista tersebut dilaksanakan di dalam Negeri dengan konten lokal sebesar 30-85 persen serta wajib melaksanakan Transfer Of Technology (TOT) kepada tenaga kerja dan BUMN Indonesia. 

Di tengah lesunya kegiatan ekonomi karena pandemi, dengan adanya modernisasi alutsista serta pabrikan negara produsen peralatan senjata wajib membangun pabriknya di Indonesia serta melibatkan tenga kerja dan ahli dari Indonesia, maka program ini akan menjadi pembuka Lapangan pekerjaan baru di Bidang Teknologi Pertahanan sekaligus sebagai salah satu stimulus pertumbuhan ekonomi dari Produksi Dalam Negeri dalam upaya kebijakan strategis nasional untuk  memulai program Industri Kemandirian Teknologi Pertahanan Dalam Negeri. Indonesia harus belajar dari keberhasilan Korea Selatan dan Brasil dalam memenuhi industri pertahanan dalam negerinya. (Sumber :https://ipdefenseforum.com/)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun