Mohon tunggu...
LCN Dua Tujuh Delapan
LCN Dua Tujuh Delapan Mohon Tunggu... Editor - Editor yang haus pengetahuan

Soar to the sun crossing the sea

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pembangunan Kekuatan TNI Demi "NKRI Harga Mati"

6 Juni 2021   03:14 Diperbarui: 6 Juni 2021   14:36 1527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut Achmad Taufiqoerahman dalam Kepemimpinan Maritim (2019:258), Kapal KRI Irian 201 dilengkapi berbagai fasilitas tempur, seperti rudal, torpedo, hingga bom jarak jauh. Buku Laksmana Kent Menjaga Laut Indonesia (2014:38) yang disusun oleh Bernard Kent Sondakh dan kawan-kawan menjelaskan, ketika itu Indonesia setidaknya punya 12 fregat, 12 kapal selam, 22 kapal cepat bertorpedo dan berpeluru kendali, serta 4 kapal penyapu ranjau. 

Atas saran Amerika Serikat, Indonesia diminta mengedepankan jalan diplomasi untuk mengambil-alih Papua Barat dari Belanda. Amerika Serikat bersedia menjadi "penengah" dan menyediakan tempat "netral" untuk membicarakan masalah tersebut. Dikutip dari Constructing Papuan Nationalism (2005:30) karya Richard Chauvel, inti perundingan yang dikenal dengan nama Perjanjian New York ini adalah bahwa Belanda harus menyerahkan Papua Barat kepada Indonesia selambat-lambatnya tanggal 1 Mei 1963. 

Selama proses pengalihan, wilayah Papua Barat akan dipegang sementara oleh United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) yang dibentuk Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Selain itu, Belanda juga harus menarik pasukannya dari Irian Barat. Sementara pasukan Indonesia diperbolehkan bertahan namun di bawah koordinasi UNTEA. 

Hingga akhirnya, tanggal 1 Oktober 1962., Belanda menyerahkan otoritas administrasi Papua kepada UNTEA. Berikutnya, tanggal 31 Desember 1962, bendera Belanda resmi diturunkan dan digantikan dengan bendera Merah Putih sebagai tanda dimulainya kekuasaan "de jure" Indonesia atas tanah Papua di bawah pengawasan PBB.(Baca selengkapnya di artikel "Sejarah Operasi Trikora: Latar Belakang, Isi, Tujuan, dan Tokoh", https://tirto.id/gaV7)

Mengutip pernyataan dari Winston Churchill : "We sleep safely at night because rough men stand ready to visit violence on those who would harm us." --

Di setiap nyenyaknya tidur kita di setiap malam, terdapat pengorbanan setiap prajurit yang berjaga selama 24 jam di perbatasan, pos penjagaan, kapal perang dan pengawak pesawat udara yang selalu siap sedia menjaga kedaulatan di daratan, lautan dan udara dari setiap ancaman yang datang dari luar atau dalam negeri. Mereka rela ditugaskan setahun atau berbulan - bulan dengan segala resiko yang diemban. 

Para Prajurit KRI Nanggala-402 adalah salah satu contoh nyata pengorbanan kecil para prajurit, dan para kusuma bangsa Prajurit TNI yang gugur di medan operasi penugasan di daratan, samudera, dan udara telah membuktikannya.  Jangan kecewakan Semangat Perjuangan, Loyalitas dan Pengorban beserta keikhlasan para keluarga prajurit yang rela untuk menjadi single parent, yatim atau bahkan yatim piatu karena anggota keluarganya gugur di palagan.

TNI adalah Anak Kandung Rakyat, Bersama Rakyat TNI Kuat. 

Semoga Tuhan YME senantiasa menganugerahkan Kemerdekaan dan Rasa aman di Bumi Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun