Mohon tunggu...
LCN Dua Tujuh Delapan
LCN Dua Tujuh Delapan Mohon Tunggu... Editor - Editor yang haus pengetahuan

Soar to the sun crossing the sea

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pembangunan Kekuatan TNI Demi "NKRI Harga Mati"

6 Juni 2021   03:14 Diperbarui: 6 Juni 2021   14:36 1527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"The Strong" Act  As They Want , "The Weak" Suffer As They Should  (Thucydides, Peloponnesian War, 416 BCE)

Kekuatan Militer suatu Negara akan menentukan dan sangat berpengaruh terhadap Kedaulatan, Kemerdekaan, serta Pengaruh Politik Luar Negeri Di Kawasan Regional hingga  Internasional

1. Luas Wilayah, Letak Geografis Indonesia dan Pentingnya Pembangunan Kekuatan Pertahanan Nasional.

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Kepulauan Terbesar di Dunia.  Berdasarkan Data Kewilayahan yang menjadi Rujukan Nasional yang diluncurkan oleh  Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal) dan BIG sebagai instansi resmi pemerintah RI yang diberi mandat terkait bidang pemetaan dan informasi geospasial. 

Hasil perhitungan disepakati bahwa Luas Wilayah Kedaulatan, yang terdiri dari perairan pedalaman dan perairan kepulauan seluas 3.110.00 km2, Laut territorial 290.000 km2. Luas wilayah berdaulat, terdiri dari Zona Tambahan seluas 270.000 km2, Zona Ekonomi Ekslusif 3.000.000 km2, Landas Kontinen seluas 2.800.000 km2. Luas perairan Indonesia 6.400.000 km2, Luas NKRI (darat + Perairan) seluas 8.300.000 km2. Panjang garis pantai 108.000 km. 

Kajian teknis menggunakan metode  Best Vailable Data dan juga metode teknis terkini yang disepakati dan dapat dipertanggunjawabkan. Penghitungan panjang garis pantai Indonesia dilakukan menggunakan metode kartografi digital dengan cara mengkompilasi data garis pantai dari berbagai sumber diantaranya Peta Laut Indonesia dan ENC, dibantu dengan pemanfaatan teknologi SIG (Sistem Informasi Geografi) dan datum yang digunakan adalah WGS 1984. 

Jumlah Pulau di Indonesia, sesuai dengan UU no. 6 th 1996 kurang lebih 17.508 pulau, namun demikian "hilang" akibat kepemilikan yaitu Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan begitu juga Pulau Yako dan Pulau Aturo sehingga jumlahnya kurang lebih 17.504. Sampai saat ini Pemerintah Indonesia telah melakukan pembakuan dan submisi ke PBB pada tahun 2017 sejumlah 16.056 pulau (Sumber : https://www.pushidrosal.id/). 

Jika kita hitung secara seksama, maka Luas wilayah NKRI hampir sebanding dengan negara  Australia tengan luas teritorial total 7,692,024 km persegi. Dengan jumlah populasi penduduk nomor empat dunia , maka secara Geografis dan Demografis Indonesia merupakan bagian dari 15 negara terbesar di dunia. (Sumber : https://www.worldometers.info/). 

Sebagai bangsa yang besar tugas tanggung Jawab yang harus diperjuangkan bagi seluruh rakyat Indonesia adalah mewujudkan tujuan nasional NKRI yaitu menjaga Kedaulatan dan Keutuhan Negara, sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945 alinea ke-empat yang berbunyi " melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,  perdamaian abadi dan keadilan sosial."

Dalam buku Diplomasi Indonesia dan Pembangunan Konektivitas Maritim (2018), Indonesia berada di daerah ekuator, antara benua Asia dan Australia, antara Samudera Hindia dan Pasifik. 

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia tengah berupaya untuk memanfaatkan posisi geostrategisnya sebagai poros maritim dunia. Posisi geostrategis Indonesia di persimpangan jalur perdagangan dunia, antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, antara Asia Barat dengan Asia Timur. Selat Malaka, yang membentang antara Indonesia, Malaysia dan Singapura, dan merupakan jalur utama perdagangan dari dan ke Asia. 

Berfungsi sebagai rute utama pasokan komoditas minyak ke Asia, khususnya ke Asia Timur, rute ini menjadi penting karena merupakan rute laut terpendek antara pemasok Afrika dan Teluk Persia dan pasar Asia. 

Posisi geostrategis Indonesia tersebut membuka peluang Indonesia menjadi "Negara Hub" (penghubung) dan kawasan jasa kelautan yang berpengaruh dalam perdagangan dunia. Kebijakan ini diharapkan akan meningkatkan perekonomian dan membawa kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia. (Sumber : https://www.kompas.com/. dan Buku DIPLOMASI INDONESIA DAN PEMBANGUNAN KONEKTIVITAS MARITIM, Editor : Dr Humprey Wangke, Msi. Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia Jakarta, 2018.).

 Untuk melindungi Sea Lines Communication (SLOC) dan Sea Lines Of Trade (SLOT) , maka Perkuatan Armada Pertahanan dan Ketahanan Negara adalah menjadi upaya yang utama, karena berdasar data yang diperoleh Dari Kemenko Marves hampir 40 persen dari perdagangan dunia yang berpotensi bernilai Rp. 78.000 trilliun rupiah  (78 Kuadrilliun rupiah) melewati jalur perdagangan dan pelayaran di perairan yuridiksi dan teritorial Indonesia. Lalu lintas tersebut melewati Selat Malaka, dan ALKI I, II, dan III.  Sumber : https://www.antaranews.com/). 

Selain itu, Badan Pusat Statistik Nasional juga telah mencatat bahwa potensi perikanan Indonesia mencapai US$ 2,5 triliun pertahunnya, karena dengan luas 1,9 juta kilometer persegi, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. 

Tak pelak, Laut Nusantara yang membentang dari barat ke timur sepanjang lebih dari 5000 kilometer, memberikan kontribusi besar bagi perikanan dunia. United Nations Development Programme (UNDP) bahkan menyebut perairan Indonesia sebagai habitat bagi 76 persen terumbu karang dan 37 persen ikan karang dunia. (Sumber : Katadata.co.id dengan judul "Potensi Besar Laut Indonesia" 

 (Gambar 1. IIustrasi Potensi Hayati Laut Indonesia,sumber : https://katadata.co.id/)
 (Gambar 1. IIustrasi Potensi Hayati Laut Indonesia,sumber : https://katadata.co.id/)

Karena besarnya potensi alam dan strategisnya posisi Indonesia secara Geostrategis serta Geopolitik, maka  seluruh warga negara Indonesia memiliki kewajiban untuk berperan aktif dalam upaya "Mempertahankan Kedaulatan Negara serta Keutuhan NKRI". 

Pembangunan Pertahanan negara adalah kewajiban seluruh warga negara, seperti yang tertulis pada Undang-Undang  Dasar 1945, Pasal 27 ayat 3, yang menyatakan bahwa "setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara", Pasal 30 ayat 1, berbunyi "tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara", Pasal 30 ayat 2, berbunyi "Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung" serta Pasal 30 ayat 3, berbunyi "Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara". 

Perlindungan kedaulatan bersifat mutlak dan absolut, karena perkuatan kedaulatan akan bersifat tegak lurus seiring dengan Pembangunan Kekuatan dan Pertahanan Negara (Armada Perang dan Kekuatan Pertahanan Militer). 

Bahkan negara-negara Besar di Dunia (RRT, USA, Rusia, United Kingdom, dan Perancis) menempatkan keunggulan kekuatan militer sebagai  "Detterence and Coercive Diplomacy" dalam menempatkan kepentingan dalam Negeri dan pengaruh kedaulatan negaranya di kancah hubungan regional dan internasional. "Deterrence" merupakan langkah yang dilakukan untuk menghalangi musuh melakukan sesuatu yang tidak diinginkan, sedangkan "Coercive Diplomacy" merupakan jenis diplomasi yang menggunakan ancaman kepada pihak lawan agar menunda aksinya atau bahkan membatalkan aksinya (Lauren et al., 2007). (Sumber : Febriandi, Kegagalan Diplomasi Koersif Arab Saudi terhadap Qatar, Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat 16424, Indonesia).

2. Pembangunan Kekuatan Dalam Negeri di Tengah Pandemi.

Pembangunan dan modernisasi alutsista TNI untuk mewujudkan Tentara Nasional Indonesia yang profesional dan bersinergi harus segera dilaksanakan secepatnya dan tanpa adanya penundaan. 

Pemerintah mulai tahun 2000 sd saat ini tahun 2020 sudah berusaha secara optimal dalam upaya perwujudannya. Penjajakan serta kunjungan ke negara produsen dan pabrikan juga telah dilaksanakan. Pembicaraan Gouvernment to Gouvernment (G to G) untuk membahas kerja sama militer dan pertahanan dalam membangun industri pertahananan dalam Negeri sekaligus mewujudkan Kemandirian Nasional juga telah dikonsepkan. 

Namun, dengan adanya "Pandemik Global Covid-19" yang memberikan implikasi terhadap perekonomian serta kesejahteraan masyarakat Indonesia, maka beberapa program modernisasi serta pengadaan alutsista sebagai pengganti mesin senjata yang sudah memasuki usia operasional melebihi 30 tahun, harus dievaluasi kembali serta disusun skala prioritasnya. 

Bahkan, pada saat konferensi pers di Bali pada saat Kecelakaan Tragedi Nasional Tenggelamnya KRI Nanggala 402, Menteri Pertahanan Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto telah menyatakan adanya dilema bagi pemerintah dalam mewujudkan armada perang yang modern sebagai kekuatan utama Pertahanan dan Ketahanan Negara di saat pandemi ini. Apakah mengutamakan kesejahteraan masyarakat dalam kegiatan pembangunan atau melaksanakan modernisasi alutsista. 

Beliau secara tersirat akan mengupayakan bahwa Pembangunan Kekuatan dan Modernisasi Alutsista akan tetap dilaksanakan secara terus menerus serta diupayakan tidak akan membebani APBN negara, karena peremajaan alutsista adalah salah satu prioritas utama pemerintah dalam mengantisipasi meningkatnya eskaslasi di wilayah Laut Natuna Utara yang berbatasan langsung dengang Laut China Selatan serta perlunya kehadiran armada Perang untuk menjaga kedaulatan keutahan wilayah NKRI di wilayah perbatasan (Perairan Blok Ambalat, Selat Malaka, perbatasan Wilayah Papua Nugini, Perbatasan Perairan Australia, dan Perbatasan PerairanALKI II - Filipina). 

Karena sesuai dengan pernyataan Anggota Komisi I DPR RI menyatakan bahwa peremajaan dan modernisasi alutsista harus segera dilaksanakan untuk mengeliminir terjadinya resiko kecelakaan serta meningkatkan daya tangkal negara terhadap segala ancaman yang datang dari dalam atau dari luar Negeri. (Sumber : https://www.merdeka.com/).

Sumber:https://sipri.org/
Sumber:https://sipri.org/

Sumber:https://sipri.org/
Sumber:https://sipri.org/

(Gambar 2. Peringkat Indonesia dalam Peremajaan dan Belanja Alutsista dibandingkan PDB sejak tahun 1988 sd 2020 tidak lebin dari 1% dari PDB negara, dengan ranking di atas Laos dan di bawah Kamboja. Untuk belanja alutsista tertinggi di Asia Tenggara dalah Singapura sebesar 3.2 % PDB negaranya (Sumber:https://sipri.org/)

Kebijakan penyiapan pemenuhan alutsista serta perencanaan program strategis nasional untuk mengejar ketertinggalan alutsista di kawasan sudah mulai disusun oleh Kementrian Pertahanan. 

Program peremajaan Alutsista diupayakan tidak akan membebani keuangan negara yang sedang fokus dalam kegiatan pemulihan ekonomi karena dampak pandemik Covid-19. 

Oleh karena itu perencanaan penganggaran dan pengadaan disesuaikan dengan kemampuan negara selama 25 tahun sampai dengan tahun 2045. Karena pada tahun tersebut Indonesia diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi 5 besar Dunia serta akan menjadi negara maju. 

Sangatlah wajar dan bukan hal yang aneh apabila negara maju harus memiliki kekuatan militer yang mumpuni dan disegani, karena berkat kiprah pasukan penjaga perdamaian PBB dari Indonesia serta peranan aktif dalam menggelar operasi militer pemulihan Perdamaian, maka PBB mengangkat Indonesia menjadi Anggota Dewan Tidak Tetap PBB, yang memiliki pengaruh positif dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan mendorong terwujudnya perdamaian dunia. (sumber : https://setkab.go.id/). 

Tentu dengan adanya pengaruh positif ini akan berdampak potensial terhadap kebijakan Luar Negeri serta kiprah Indonesia dalam membawa kepentingan bangsa negara serta pengaruhnya di kawasan regional dan global (Detterence and Coercive Power). 

Program Peremajaan Alutsista TNI yang direncanakan selama 25 tahun adalah sebesar Rp.1,7 ribu Trilliun (1,7 Kuadrilliun) yang meliputi peremajaan pesawat tempur Matra TNI AU yang sudah memasuki usia Operasional 30 tahun, kapal selam, Kapal Fregate Matra TNI AL yang berumur lebih dari 30 tahun , serta perkuatan alpahan, rudal balistik dan perlindungan wilayah teritorial matra TNI AD. 

Program jangka panjang ini sudah mencakup tentang biaya pengadaan, biaya perawatan dan dukungan logistik selama 25 tahun perencanaan Operasional yang disebut Life Cycle Cost (LCC) dan Integrated Logistic Support (ILS) nya. 

Sehingga dipastikan dan direncanakan secara matang serta komprehensif pemenuhan perawatan, dukungan spare part, biaya operasional, serta kebutuhan amunisi sampai dengan jangka waktu operasional selama 25 tahun sudah masuk dalam penganggarannya. 

Harapannya adalah kesiapan Operational Readiness Measure (ORM) dalam melaksanakan tugas menjaga kedaulatan negara serta kesiapan tempur selama 25 tahun akan tetap terjaga dengan kesiapsiagaan yang tinggi. 

Jika kita hitung kembali, bahwa nilai 1,7 kuadrilliun dibagi 25 tahun praktis hanya sebesar Rp 71,4 trilliun rupiah per tahunnya. Jika dibandingkan dengan PDB Indonesia tahun 2020 yang sebesar Rp15.434,2 triliun dan PDB per kapita mencapai Rp56,9 Juta atau US$3.911,7 praktis nilai per tahunnya hanya 0,46 persen saja. Dipastikan bahwa kebijakan pemerintah dalam perencanaan modernisasi alutsista sangat tidak membebani negara. (Sumber :https://www.republika.co.id/)

Bahkan, proses pengadaan nya pun dalam kontrak kerja yang nanti akan dibuat dengan negara produsen akan mencantumkan klausul sesuai dengan UU 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan yang menjelaskan bahwa Industri Pertahanan adalah industri nasional yang terdiri atas badan usaha milik negara dan badan usaha milik swasta baik secara sendiri maupun berkelompok yang ditetapkan oleh pemerintah untuk sebagian atau seluruhnya menghasilkan alat peralatan pertahanan dan keamanan, jasa pemeliharaan untuk memenuhi kepentingan strategis di bidang pertahanan dan keamanan yang berlokasi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang mewajibkan pembangunan alutsista tersebut dilaksanakan di dalam Negeri dengan konten lokal sebesar 30-85 persen serta wajib melaksanakan Transfer Of Technology (TOT) kepada tenaga kerja dan BUMN Indonesia. 

Di tengah lesunya kegiatan ekonomi karena pandemi, dengan adanya modernisasi alutsista serta pabrikan negara produsen peralatan senjata wajib membangun pabriknya di Indonesia serta melibatkan tenga kerja dan ahli dari Indonesia, maka program ini akan menjadi pembuka Lapangan pekerjaan baru di Bidang Teknologi Pertahanan sekaligus sebagai salah satu stimulus pertumbuhan ekonomi dari Produksi Dalam Negeri dalam upaya kebijakan strategis nasional untuk  memulai program Industri Kemandirian Teknologi Pertahanan Dalam Negeri. Indonesia harus belajar dari keberhasilan Korea Selatan dan Brasil dalam memenuhi industri pertahanan dalam negerinya. (Sumber :https://ipdefenseforum.com/)

3. Kesimpulan dan Harapan.

Menjaga Kedaulatan Negara adalah tugas mulia bagi setiap Prajurit, karena selama pengabdian dan masa bakti semboyan yang senantiasa tertanam dalam sanubari hanya tiga kata : Duty, Honour, and Country. Tanggung Jawab, Kehormatan Militer dan Kedaulatan Negara. 

Tiada kata bagi seorang Prajurit selain tugas adalah kehormatan, tugas adalah kepercayaan, serta tugas  adalah tanggung jawab tidak hanya pertanggungjawaban di dunia tapi di akhirat kelak. Keutuhan dan Kedaulatan NKRI adalah amanat kemerdekaan yang harus ditepati dan dilaksanakan sampai kapanpun. 

Karena Bangsa Indonesia Lahir dari perjuangan, darah, dan air mata. Sampai kapanpun tekad TNI bersama seluruh Rakyat adalah bersatu padu mewujudkan bersatunya tumpah darah Indonesaia dalam bingkai Negara Indonesia yang merdeka. 

Tentu dalam pelaksanaannya adalah terwujudnya TNI yang profesional dan mandiri serta siap untuk bertempur mengawaki alutsista yang berteknologi tinggi dan modern.

NKRI adalah tempat dan negara dimana kita bertempat tinggal serta anugarah dari Tuhan YME yang memberikan kemerdekaan bagi seluruh bangsa dan rakyat Indonesia di dalamnya. TNI bersama rakyat dan beserta instansi lainnya adalah pilar-pilar penyangga terhadap tegak kokohnya kedaulatan negara. 

Layaknya rumah tempat tinggal yang penuh dengan hasil kebun dan pertanian serta peternakan, jika sang pemilik rumah mendapati pagar tembok pembatas tanahnya sudah rapuh dan sudah waktunya diganti atau diperbaiki, maka menjadi kewajiban kita semua penghuni rumah untuk memperbaikinya. 

Dengan asumsi dengan tegak berdirinya pagar tersebut, maka hasil kebun dan peternakan kita bisa dinikmati oleh seluruh penghuni rumah, serta patok tanah kita tidak akan digeser atau diserobot oleh Tetangga atau Orang lain yang lewat. 

Mugkin rasa aman itu sering kita abaikan dan dilupakan, tapi bagi rakyat yang berkonflik seperti Palestina-Israel, Azerbaijan - Armenia, dan negara-negara konflik di Timur Tengah (Syiria atau Lebanon) kehadiran penjaga kedaulatan adalah penjamin keberlangsungan hidup serta indahnya mimpi rakyatnya.

Dan kita pernah juga mengalami dan merasakan bagaimana rasanya tidak nyenyak tidur karena adanya Agresi Militer I dan II oleh Belanda, serta keberhasilan kemampuan daya tangkal 'Deterrence Effect and Coercive Diplomacy" yang dimiliki oleh Republik Indonesia yang memaksa Kerajaan Belanda mengembalikan Irian Jaya (Papua) ke pangkuan Ibu Pertiwi melalui Operasi Trikora di tahun 1961. Pada 2 Januari 1962, Presiden Sukarno membentuk Komando Mandala dan menunjuk Mayor Jenderal Soeharto sebagai panglima. 

Tugas kesatuan ini adalah untuk merencanakan, mempersiapkan, dan menggelar operasi militer untuk menggabungkan Irian Barat dengan Indonesia.Dalam melancarkan aksi Trikora salah satu yang dikenal adalah kapal penjelajah KRI Irian 201. Kapal ini didapatkan Indonesia dari Rusia pada 5 Oktober 1961. 

Menurut Achmad Taufiqoerahman dalam Kepemimpinan Maritim (2019:258), Kapal KRI Irian 201 dilengkapi berbagai fasilitas tempur, seperti rudal, torpedo, hingga bom jarak jauh. Buku Laksmana Kent Menjaga Laut Indonesia (2014:38) yang disusun oleh Bernard Kent Sondakh dan kawan-kawan menjelaskan, ketika itu Indonesia setidaknya punya 12 fregat, 12 kapal selam, 22 kapal cepat bertorpedo dan berpeluru kendali, serta 4 kapal penyapu ranjau. 

Atas saran Amerika Serikat, Indonesia diminta mengedepankan jalan diplomasi untuk mengambil-alih Papua Barat dari Belanda. Amerika Serikat bersedia menjadi "penengah" dan menyediakan tempat "netral" untuk membicarakan masalah tersebut. Dikutip dari Constructing Papuan Nationalism (2005:30) karya Richard Chauvel, inti perundingan yang dikenal dengan nama Perjanjian New York ini adalah bahwa Belanda harus menyerahkan Papua Barat kepada Indonesia selambat-lambatnya tanggal 1 Mei 1963. 

Selama proses pengalihan, wilayah Papua Barat akan dipegang sementara oleh United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) yang dibentuk Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Selain itu, Belanda juga harus menarik pasukannya dari Irian Barat. Sementara pasukan Indonesia diperbolehkan bertahan namun di bawah koordinasi UNTEA. 

Hingga akhirnya, tanggal 1 Oktober 1962., Belanda menyerahkan otoritas administrasi Papua kepada UNTEA. Berikutnya, tanggal 31 Desember 1962, bendera Belanda resmi diturunkan dan digantikan dengan bendera Merah Putih sebagai tanda dimulainya kekuasaan "de jure" Indonesia atas tanah Papua di bawah pengawasan PBB.(Baca selengkapnya di artikel "Sejarah Operasi Trikora: Latar Belakang, Isi, Tujuan, dan Tokoh", https://tirto.id/gaV7)

Mengutip pernyataan dari Winston Churchill : "We sleep safely at night because rough men stand ready to visit violence on those who would harm us." --

Di setiap nyenyaknya tidur kita di setiap malam, terdapat pengorbanan setiap prajurit yang berjaga selama 24 jam di perbatasan, pos penjagaan, kapal perang dan pengawak pesawat udara yang selalu siap sedia menjaga kedaulatan di daratan, lautan dan udara dari setiap ancaman yang datang dari luar atau dalam negeri. Mereka rela ditugaskan setahun atau berbulan - bulan dengan segala resiko yang diemban. 

Para Prajurit KRI Nanggala-402 adalah salah satu contoh nyata pengorbanan kecil para prajurit, dan para kusuma bangsa Prajurit TNI yang gugur di medan operasi penugasan di daratan, samudera, dan udara telah membuktikannya.  Jangan kecewakan Semangat Perjuangan, Loyalitas dan Pengorban beserta keikhlasan para keluarga prajurit yang rela untuk menjadi single parent, yatim atau bahkan yatim piatu karena anggota keluarganya gugur di palagan.

TNI adalah Anak Kandung Rakyat, Bersama Rakyat TNI Kuat. 

Semoga Tuhan YME senantiasa menganugerahkan Kemerdekaan dan Rasa aman di Bumi Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun