Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Pemerhati Isu-isu Pangan Lokal, mantan Peneliti Litbang Kompas

Senang menulis isu-isu pangan, lingkungan, politik dan sosbud kontemporer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Revitalisasi Pangan Lokal untuk Cita Rasa Nusantara

30 April 2025   18:53 Diperbarui: 30 April 2025   18:53 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi olahan sorgum bahan pangan lokal (Sumber: Kumparan.com)

Sayangnya, pola konsumsi homogen ini membawa risiko besar: dari gizi buruk karena kurang variasi zat gizi, sampai ancaman kelangkaan pangan saat stok beras terganggu. Kalau kondisi ini dibiarkan, bukan hanya kesehatan kita yang terancam, tetapi juga identitas kuliner dan budaya kita sebagai bangsa. Karena tidak semua orang sadar, makin kita meninggalkan pangan lokal, makin rapuh juga ketahanan pangan kita.

Gerakan Pemerintah: Dari Program ke Piring

Pemerintah mulai berinisiatif untuk merevitalisasi pangan lokal di tengah ancaman pola makan modern ini. Salah satu langkahnya adalah mendorong diversifikasi pangan lewat kampanye nasional. Karbohidrat bukan cuma dari nasi, tapi bisa dari jagung, sagu, atau singkong. Kampanye "Isi Piringku" adalah salah satu contoh nyata, mengganti slogan jadul "4 Sehat 5 Sempurna" dengan ajakan makan lebih beragam.

Ilustrasi budaya makan lokal (Sumber: Kompas.com)
Ilustrasi budaya makan lokal (Sumber: Kompas.com)

Pekan Pangan Lokal rutin digelar di berbagai daerah. Festival-festival kuliner tradisional didorong untuk memperkenalkan kembali makanan-makanan lokal kepada masyarakat luas, termasuk lewat media sosial dan event-event kreatif. Pemerintah juga mengeluarkan berbagai kebijakan, mulai dari Instruksi Presiden tentang Diversifikasi Pangan sampai insentif untuk petani pangan lokal. Program kredit mikro, pelatihan olahan pangan lokal, hingga penguatan pasar digital jadi bagian dari strategi besar ini.

Tentu saja, program-program itu tidak bisa berjalan sendiri. Budaya makan bukan cuma soal produksi makanan, melainkan juga soal rasa, kebiasaan, dan kebanggaan terhadap makanan sendiri. Itulah kenapa revitalisasi budaya makan tradisional butuh pendekatan yang jauh lebih kreatif dan membumi.

Budaya Makan Sebagai Gerakan Sosial

Budaya makan adalah identitas. Untuk itu, gerakan menghidupkan kembali pangan lokal harus melibatkan komunitas, tradisi, dan rasa memiliki. Di banyak daerah, pemerintah daerah dan komunitas adat mulai menghidupkan kembali tradisi kuliner lokal lewat festival, upacara adat, sampai wisata kuliner.

Sekolah-sekolah diajak untuk mengadakan lomba masak tradisional, pelajaran gizi berbasis makanan lokal, bahkan program makan siang sekolah berbahan pangan lokal. Generasi muda perlu diajak merasakan, bukan hanya diberi tahu.

Ilustrasi olahan sorgum bahan pangan lokal (Sumber: Kumparan.com)
Ilustrasi olahan sorgum bahan pangan lokal (Sumber: Kumparan.com)

Media sosial juga menjadi arena baru promosi pangan lokal. Chef-chef muda, influencer kuliner, dan content creator mulai ramai memperkenalkan olahan makanan lokal dengan tampilan kekinian. Bayangkan singkong jadi cake cantik, sagu jadi dessert Instagramable, jagung jadi street food ala festival Korea. Semuanya memungkinkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun