Saya adalah salah satu penumpang yang selalu tiba di Stasiun Citayam secara konsisten jam 10 malam. Masih banyak penumpang yang turun bersama saya pada jam segitu. Sampai di pintu gerbang stasiun saya selalu bertemu dengan pedagang pedagang asongan yang menjajakan dagangan mereka. Ada tukang cilok yang selalu parkir gerobaknya persis di pinggir jalan. Di dekatnya ada juga tukang kacang rebus. Kadang ada tukang sekuteng, meskipun hanya mampir duduk istirahat sejenak. Tukang bakso pikul juga kadang nongkrong sambil melayani penumpang yang sudah lapar atau sekadar ganjal perut.
Beberapa hari yang lalu, ada yang baru di stasiun ini. Mungkin karena saya datangnya lebih sore dari biasanya sehingga pemandangan ini bisa saya saksikan. Ada seorang anak dengan boneka badut berwarna merah berdiri di pintu masuk sambil menggendong tape musik. Dia berdiri sambil menengadahkan tangan ke arah para penumpang yang berdiri di hadapannya.
 "Bu, tolong dua ribu saja buat tambahan beli nasi," katanya sambil melihat satu per satu wajah ibu-ibu yang berdiri di depannya. Ibu-ibu ini tidak menggubris sedikitpun rengekan anak ini. Mungkin karena panas, dilepaslah kepala boneka badutnya. Di situ tampak jelas sosok anak ini. Kira-kira masih kelas 3 atau kelas 4 SD.
Karena tidak mendapat saweran dari para penumpang di sini, si anak badut ini kemudian pindah ke emperan yang ada di dalam. Sepintas saya perhatikan, tidak ada satu penumpang pun memberikan uang kepada anak ini. Dia pun pergi meninggalkan tempat tersebut dan langsung keluar dari kawasan stasiun lalu menghilang di kegalapan malam.
Selain badut tadi, ada juga bapak-bapak yang menawarkan mainan doraemon dan mobil-mobilan baterai kepada ibu-ibu muda. Naluri dagangnya telah mengajarkan bahwa ibu-ibu muda lebih potensial membeli dagangannya karena kemungkinan besar mereka ini pasti punya anak kecil. Dan ternyata betul. Satu mainan doraemon berwarna merah segera berpindah tangan ke tangan seorang ibu berjilbab gelap setelah menawar Rp15.000. Padahal, bapaknya nawarin pertama dari Rp25.000.
"Sayang anak Bu. Mumpung ada doraemonnya. Ibu mau warna apa. Dua puluh lima ribu aja. Nggak dimahalin buat anak di rumah," kata bapak pedagang sambil mempromosikan mainan baterai Doraemon di tangannya.