Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Pemerhati Isu-isu Pangan Lokal, mantan Peneliti Litbang Kompas

Senang menulis isu-isu pangan, lingkungan, politik dan sosbud kontemporer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Puasa Hari Ke-19: Dari Nuzulul Quran ke Lailatul Qadar

19 Maret 2025   16:48 Diperbarui: 24 Maret 2025   00:20 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Ramadan telah memasuki hari ke-19. Ini bukan lagi fase awal ketika tubuh masih beradaptasi dengan perubahan pola makan dan tidur, tetapi juga belum masuk ke puncak spiritual di 10 malam terakhir. Pada titik ini, banyak orang mulai merasakan kejenuhan, baik secara fisik maupun spiritual. Semangat yang tinggi di awal Ramadan perlahan meredup, sementara dorongan untuk meningkatkan ibadah di akhir Ramadan belum sepenuhnya muncul. Inilah fase transisi yang sering kali menentukan apakah seseorang akan menyelesaikan Ramadan dengan kemenangan atau justru kehilangan momen terbaiknya.

Posisi hari ke-19 ini sangat menarik karena berada di antara dua momen penting dalam Ramadan: Nuzulul Quran dan Lailatul Qadar. Peringatan turunnya Alquran yang biasanya diperingati pada malam 17 Ramadan, yang membuat kita harusnya semakin dengan Alquran. Namun kenyataannya, banyak orang justru mengalami penurunan semangat ibadah setelah melewati pertengahan Ramadan. Sementara itu, Lailatul Qadar yang akan muncul pada fase 10 hari terakhir Ramadan mengandung kebaikan lebih daripada seribu bulan.

Tantangan utama di hari ke-19 adalah menjaga kestabilan spiritual dan mental. Di satu sisi, tubuh mulai terbiasa dengan ritme puasa, tetapi di sisi lain, rutinitas yang berulang dapat membuat ibadah terasa monoton. Jika tidak diantisipasi, kejenuhan ini dapat membuat seorang Muslim yang berpuasa kehilangan momentum menuju fase terbaik Ramadan.

1. Nuzulul Quran yang Baru Saja Berlalu

Nuzulul Quran adalah momen penting dalam sejarah Islam. Pada malam 17 Ramadan, wahyu pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, menandai awal dari petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia. Setiap tahunnya, umat Islam memperingati peristiwa ini dengan meningkatkan interaksi mereka dengan Alquran, baik melalui tilawah, tadabbur, maupun kajian tafsir. Namun, sering kali setelah malam peringatan ini berlalu, semangat untuk berinteraksi dengan Alquran mulai menurun.

Seharusnya, Nuzulul Quran menjadi ritual tahunan sekaligus momentum untuk menjadikan Alquran lebih dekat dalam kehidupan sehari-hari. Sayangnya, banyak yang hanya semangat membaca Alquran di awal Ramadan dan kembali melupakannya setelah pertengahan bulan. Padahal, turunnya Alquran adalah bukti bahwa umat Islam diberikan panduan hidup yang abadi, bukan hanya sekadar bacaan musiman.

Tantangan terbesarnya adalah bagaimana menjadikan Alquran sebagai bagian dari rutinitas setelah Ramadan usai. Jika pada hari-hari sebelumnya kita telah terbiasa membaca satu atau dua juz per hari, maka hari ke-19 ini bisa menjadi evaluasi: apakah kita mampu mempertahankan kebiasaan tersebut atau justru mulai mengendur? Banyak orang kehilangan keberlanjutan dalam berinteraksi dengan Alquran karena tidak memiliki strategi untuk menjadikannya bagian dari gaya hidup.

Menghidupkan kembali semangat setelah Nuzulul Quran membutuhkan pendekatan yang lebih mendalam. Alih-alih hanya membaca tanpa memahami, kita bisa mulai dengan tadabbur ayat-ayat yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Menjadikan Alquran sebagai pegangan hidup berarti lebih dari sekadar membaca; itu berarti memahami, merenungi, dan mengamalkannya dalam setiap aspek kehidupan.

Dengan memahami bahwa hari ke-19 masih berada dalam nuansa Nuzulul Quran, kita dapat menggunakan momentum ini untuk memperkuat hubungan dengan kitab suci. Jika belum banyak membaca Alquran di hari-hari sebelumnya, maka ini adalah waktu yang tepat untuk mengejar ketertinggalan. Jika sudah rutin membaca, maka saatnya meningkatkan kualitas pemahaman agar Alquran benar-benar menjadi cahaya dalam hidup.

2. Kejenuhan dan Godaan di Fase Transisi

Memasuki hari ke-19, banyak orang mengalami fenomena penurunan semangat dalam beribadah. Di awal Ramadan, energi spiritual masih tinggi karena euforia bulan suci. Namun, setelah melewati setengah perjalanan, kejenuhan mulai muncul. Rutinitas yang sama setiap hari---sahur, puasa, berbuka, tarawih---bisa terasa monoton. Jika tidak diantisipasi, ini dapat menyebabkan ibadah menjadi sekadar rutinitas tanpa makna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun